Anti Semitisme Di Dalam Dunia Arab

Bookmark and Share


Sejak negara Israel berdiri, yang tercipta bukan karena gelombang anti-semit dalam dunia Arab tetapi yang di Eropa mencapai puncaknya dalam holocaust, masyarakat Yahudi menghilang dari dunia Arab atau berkurang mencapai jumlah yang sangat minim. Sebagian besar beremigrasi ke Eropa atau Amerika atau ke negara Israel. Penciptaan negara Israel membuat orang-orang Yahudi itu menjadi warga negara yang sangat potensial dalam negara itu - hukum yang berlaku bagi mereka yang kembali - sehingga menimbulkan kecurigaan pemerintah Arab di berbagai negara. Terutama setelah banyak peperangan antara Israel dan negara-negara Arab - khususnya setelah tahun 1956 - masyarakat Yahudi di Mesir sangat merosot. Dalam studi N.A. Stillmann yang sangat luas yang berbicara mengenai masyarakat Yahudi di negara-negara Arab, digambarkan berbagai gambaran mengenai orang-orang Yahudi, baik laki-laki, perempuan maupun keluarga - misalnya pada acara pernikahan - yang menimbulkan perasaan sedih, seperti halnya digambarkan dalam buku-buku Meyer Sluyser, sebab pada hakikatnya golongan masyarkat itu praktis tidak ada lagi.




Memang ditunjukkan juga bahwa ungkapan yang bersifat religius anti-semit dalam dunia Arab tidak berasal dari golongan Islam saja, melainkan dari golongan Kristen juga. Menurut pendapat Morroe Berger, ketika pada tahun 1960an muncul aneka slogan di dinding-dinding kota, antara lain di Beirut, itu adalah akibat penduduknya yang mayoritas Kristen. Dalam hal ini, ia mencari hubungannya dengan Perancis dan orang-orang Kristen di Timur Tengah.



Bagaimanapun keadaannya, hal ini dapat dikaitkan dengan para uskup Katolik Arab yang pernah menentang Konsili Vatikan II, yang akhirnya menerima pernyataan tentang orang Yahudi. Orang-orang Katolik Koptis tertentu memberikan penjelasan: “Mengingat bahwa orang Yahudi pernah menganiaya dan menyalibkan Yesus Kristus, maka dari generasi ke generasi mereka harus memikul tanggung jawab atas perilaku jahat itu.” Pernyataan serupa yang juga dinyatakan oleh kaum Ortodoks lainnya tak dapat dianggap semata-mata sebagai penyesuaian dari pihak Kristen terhadap politik Mesir, tetapi dengan jelas juga mengacu pada sikap anti-semit yang secara mendasar sifatnya sangat religius.


Kini perlu dipertimbangkan bahwa di berbagai negara Arab yang berada dibawah pengaruh gejala-gejala yang disebut ‘kebangkitan kembali Islam’, tak perlu diragukan bahwa ungkapan yang anti-yahudi, baik melalui kata-kata maupun tulisan, meningkat, terutama dalam lingkungan fundamentalis.

Don Miguel