Merapi, Antara Mitos dan Kepercayaan

Yogyakarta adalah kota yang dikenal dengan keragaman budaya serta pariwisatanya. Banyak sekali tempat yang dapat menjadi wisata di Yogyakarta. Mulai dari keeksotikan Gunung Merapi hingga indahnya pantai di pesisir selatan.
Yogyakarta pun sangat identik dengan mitos dan klenik yang berkembang di masyarakatnya. Beberapa kepercayaan merupakan hasil turun temurun dari nenek moyang yang dianggap sebagai kebudayaan yang masih sangat kental.
Gunung Merapi adalah salah satu gunung aktif yang setiap empat tahun sekali memuntahkan perutnya.
Diambil dari buku karangan Lucas Sasongko Triyoga, menurut Mitologi Kawastu asal usul dari Gunung Merapi, konon sewaktu Pulau Jawa diciptakan keadaannya tidak seimbang condong miring ke Barat, karena di ujung Barat ada Gunung Jamurdipo. Atas prakarsa Dewa Krincingwesi, Jamurdipo akan dipindah ke bagian tengah untuk menyeimbangkan Pulau Jawa. Pada saat bersamaan, di tengah Pulau Jawa terdapat dua empu kakak-beradik, empu Rama dan Permadi, yang tengah membuat keris pusaka Tanah Jawa. Meskipun oleh para dewa telah diperingatkan untuk memindahkan keegiatannya, kedua empu tersebut berkeras untuk tetap membuat pusaka ditengah Pulau Jawa. Maka murkalah Dewa Kerincingwesi, Gunung Jamurdipo kemudian diangkat dan dijatuhkan dilokasi tempat Empu Rama dan Permadi tadi membuat pusaka, hingga akhirnya mereka pun terkubur hidup-hidup. Untuk memperingati kedua empu tadi, maka digantilah nama Gunung Jamurdipo menjadi Merapi yang berarti tempat perapian Empu Rama dan Permadi. Roh dari kedua empu tadipun dipercaya menjadi raja penguasa mahluk halus yang menempati Merapi.
Menurut penduduk Kawastu, Merapi bukan hanya sebagai gunung tetapi juga sebagai Keraton Mahluk Halus yang dipimpin oleh kedua empu tadi. Seperti halnya Keraton Kesultanan Ngayogyakarta, Keraton mahluk halus ini pun memiliki seluruh sarana dan prasarana kehidupan organisasi pemerintahan seperti rakyat, raja, kendaraan, ternak, tanah pertanian, jalan raya dan sebagainya. Rakyat keraton ini adalah segala jenis mahluk halus yang tinggal disekitar kawasan Merapi. Sedangkan pasukan prajurit atau abdi dalem dianggap sebagai roh-roh manusia yang semasa hidupnya berkelakuan baik.
Mereka yang semasa hidupnya berkelakuan baik akan diijinkan untuk tinggal di Keraton Merapi astaupun di Keraton Mahluk Halus Laut Selatan yang dipimpin Kanjeng Ratu Kidul. Sungai dan jurang dipercayai penduduk Merapi sebagai jalan raya yang menghubungkan antara Keraton Mahluk Halus Gunung Merapi dan Keraton Mahluk Halus Laut Selatan.
Nama-nama tokoh penghuni Keraton Merapi, selain Empu Rama dan Permadi, dikenal penduduk melalui doa-doa selamatan, yang selalu menyebutkan nama-nama mahluk halus penghuni Merapi, untuk dimintai berkat keselamatan. Tokoh itu adalah Nyai Gadung Melati. Tokoh ini disebut Gadung Melati karena selalu mengenakan pakaian berwarna hijau daun melati. Kemungkinan warna ini diidentikan dengan tugasnya yaitu memelihara kehijauan tanaman Merapi. Selanjutnya adalah Kartadimeja. Tokoh ini bertugas memelihara ternak Keraton dan sebagai komandan pasukan mahluk halus keraton. Ia merupakan tokoh yang sangat dicintai oleh masyarakat karena kemunculannya sering ditandai sebagai peringatan kapan Merapi akan memuntahkan perutnya serta bagaimana caranya agar penduduk selamat. Kemudian, ada satu tokoh lagi yaitu Eyang Sapujagad yang tinggal dipasar Bubardi bawah kawah, bertugas untuk mengatur keadaan alam Merapi. Yang terakhir adalah Kyai Petruk yang dikenal sebagai salah satu prajurit Merapi, sama dengan Kartadimeja ia sering kali memberitahu penduduk bila akan terjadi letusan dan cara penyelamatan diri.
Tidak seperti Mitologi Kawastu, penduduk Wukirsari sudah tidak mengenal lagi mitos asal-usul Merapi secara jelas dan runut. Mereka hanya mmengenal Merapi sebagaai bagian dari perapian Empu Rama daan Permadi. Mungkin saja dulunya penduduk Wukirsari pun memiliki kepercayaan yang sama menilik kedua empu yang dipercaya pun juga disebutkan.
Seperti halnya penduduk Kawastu, penduduk Wukirsari pun mempercayai bahwa Gunung Meraapi adalah Keraton Mahluk Halus yang dipimpin oleh Kyai Merlapa (Danhyang penguasa Gunung Merapi). Menurut orang yang pernah kalap beberapa hari di Keraton Merapi dan hidup kembali. Keraton Merapi dilukiskan menggunakan soko tunggal berukirkan emas berlian untuk menyangga atapnya. Paku yang digunakan antara satu dan yang lainnya terbuat dari bayi yang masih bergerak-gerak. Disetiap pintu terdapat prajurit keraton yang bertugas menjaga pintu, lengkap dengan busana Jawa dan senjatanya.
Tokoh-tokoh yang dipercaya oleh penduduk Wukirsari diantaranya, Kyai Sapujagad dan Raden Ringin yang bertindak bersama-sama sebaagai patih di Keraton Merapi. Eyang Mentawiji, Mantaganti, Mentadahlan dan Eyang Petruk alias Handokokusumo. Dari ke semua tokoh itu yang paling mendapat hati dan sangat dikenal oleh penduduk Wukirsari adalah Eyang Petruk. Ia selalu menunjukan wujudnya dalam mimpi, memberikan kapan Merapi meletus dan cara-cara menyelamatkan diri.
Terlepas dari semua itu bijak kiranya ketika kita sebagai manusia mencintai alam, agar Tuhan tidak murka. Mitos yang berkembang di masyarakat tentu sangat berpengaruh terhadap kepercayaan atas Gunung Merapi itu sendiri. Namun kebenaran atau kepercayaannya kembali pada masing-masing individu yang setiap pribadinya memiliki iman kepada Tuhan YME. Dan tak bisa dipungkiri Merapi masih memiliki sejuta pesona yang mampu menarik mata dunia.
Anindya Arfiani
ReadmoreMerapi, Antara Mitos dan Kepercayaan

IBNU AL-HAITSAM: SEJARAH PENEMUAN OPTIK DAN PENGARUHNYA TERHADAP SAINS BARAT MODERN

Abstrak

Paper ini mendiskusikan tentang peran ilmuwan muslim yakni Ibnu Al-Haitsam dalam bidang ilmu optic. Ibnu Al-Haitsam yang dikenal di Eropa dengan nama Alhazen ini memilki pengaruh yang besar terhadap sains di Eropa. Al-Manazhir atau dalam bahasa Latin dikenal dengan Opticae Theasaurus dijadikan sebagai rujukan ilmu optic di Eropa. Paper ini juga akan menyinggung teori dan pemikiran Ibnu Al-Haitsam dalam bidang optik, serta penemuannya yang terkenal,Camera Obscura yang menjadi dasar bagi penciptaan kamera modern.

keywords : optic,Al-Manazhir,camera obscura.

PENDAHULUAN

Kebanyakan dari kita-terutama kaum muslimin saat ini-lebih mengenal ilmuwan-ilmuwan Barat daripada ilmuwan-ilmuwan muslim. Padahal sebelum peradaban Barat maju seperti saat ini, ilmuwan muslimlah yang lebih dahulu maju dalam bidang sains. Sains dalam peradaban Islam mencirikan sains yang sejalan dengan agama. Saat itu di abad 8 sampai abad 15 peradaban Barat tengah mengalami masa kegelapan atau dikenal dengan istilah “Dark Age”. Abad kegelapan ini yang menimbulkan kemacetan ilmu pengetahuan di Barat karena pengaruh gereja yang begitu kuat.

Menurut Gustave Le Bon[1],sebelum Islam datang, Eropa berada dalam kondisi kegelapan, tak satupun bidang ilmu yang maju bahkan lebih percaya pada tahayul. Sebuah kisah menarik terjadi pada zaman Daulah Abbasiah saat kepemimpinan Harun Al-Rasyid, tatkala beliau mengirimkan jam sebagai hadiah pada Charlemagne seorang penguasa di Perancis. Penunjuk waktu yang setiap jamnya berbunyi itu oleh pihak Uskup dan para Rahib disangka bahwa di dalam jam itu ada jinnya sehingga mereka merasa ketakutan, karena dianggap sebagai benda sihir. Pada masa itu dan masa-masa berikutnya, baik di belahan Timur Kristen maupun di belahan Barat Kristen masih mempergunakan jam pasir sebagai penentuan waktu. Bagaimana kondisi kegelapan Eropa pada zaman pertengahan (Abad 9 M) bukan hanya pada aspek mental-dimana cenderung bersifat takhayul.

Peradaban Islam mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam bidang sains pada saat Dinasti Abbasiyah berkuasa yakni tahun 750-1258 M.Gerakan penerjemahan dari sumber-sumber pengetahuan Yunani, Persia, India, China yang di pelopori oleh penguasa pada saat itu menjadi salah satu faktor berkembang pesatnya sains. Maka muncullah saintis-saintis muslim yang hebat di bidang ilmu-ilmu alam seperti Ibnu Sina, Al-Khawarizmi, Al-Kindi, Al-Biruni, dan lain-lain.

Paper ini akan mendiskusikan mengenai kontribusi salah seorang ilmuwan muslim yakni Ibnu Al-Haitsam atau orang Eropa menyebutnya dengan nama Alhazen dalam bidang ilmu optik[2],pemikirannya tentang teori penglihatan,penemuan-penemuannya serta pengaruh pemikirannya dalam sains di dunia Eropa.

Ibnu Al-Haitsam, Sang Ilmuwan Optik

Nama lengkapnya adalah Abu Ali Muhammad Al Hassan ibnu Al-Haitsam, Ia dilahirkan di Bashrah-salah satu kota di Irak sekarang- pada tahun 354 H/965 M. dan wafat di Kairo pada tahun 1039 M. Ibnu al-Haitsam terkadang dipanggil dengan nama al-Bashri,nama ini dinisbatkan kepada kota kelahirannya di Bashrah,Irak. Di Eropa Ibnu Al-Haitsam lebih dikenal dengan nama Alhazen (dalam bahasa Latin), nama ini dinisbatkan kepada nama depannya yakni al-Hassan.

Saat muda Ia mendapatkan pendidikan di Basrah Irak, kemudian atas permintaan Khalifah al-Hakim bi Amrillah Ia pergi ke Mesir untuk menangani permasalahan banjir sungai Nil, namun Ia mengalami kegagalan. Sebuah sumber menyebutkan bahwa untuk menghindari hukuman berat dari al-Hakim ia kemudian berpura-pura sakit ingatan, dan hanya dihukum penjara. Konon, di dalam penjara gelap yang disinar seberkas sinar dari atas celah inilah ia mengamati berbagai fenomena optik. Terlepas dari kebenaran cerita tersebut, Ibnu al-Haitsam nyatanya menghasilkan berbagai karya dalam bidang sains alam yang sebagiannya masih bisa ditemukan hingga saat ini.

Kecintaannya kepada ilmu telah membawanya berhijrah ke Mesir. Selama di sana Ia melakukan beberapa penyelidikan mengenai aliran Sungai Nil serta menyalin buku-buku mengenai matematika dan falak. Tujuannya adalah untuk mendapatkan uang cadangan dalam menempuh perjalanan menuju Universitas Al-Azhar.

Al-Haitsam akhirnya dapat mengenyam pendidikan di Universitas al-Azhar yang didirikan pada masa Kekhalifahan Fatimiyah. Setelah itu, secara otodidak, Ia mempelajari hingga menguasai beragam disiplin ilmu seperti ilmu falak, matematika, geometri, pengobatan, fisika, dan filsafat.

Secara serius dia mengkaji dan mempelajari seluk-beluk ilmu optik. Beragam teori tentang ilmu optik telah dilahirkan dan dicetuskannya. Dialah orang pertama yang menulis dan menemukan perbagai data penting mengenai cahaya. Konon, dia telah menulis tak kurang dari 200 judul buku.

Begitu besarnya kontribusi Ibnu Al-Haitsam dalam sains sehingga Irak menjadikan gambarnya sebagai mata uang pecahan 10.000 pada tahun 2003.

Ibnu al-Haitsam banyak mempelajari karya karya ilmuwan Yunani terkait dengan bidang optik yakni karya Euclides dan Ptolemy, namun setelah ditelaah terdapat banyak kekeliruan[3] dan Ibnu Al-Haitsam meluruskan pendapat kedua ilmuwan Yunani tersebut.

Sebelum Ibnu Al-Haitsam terdapat ilmuwan muslim yang lebih dahulu mengadakan penyelidikan terhadap ilmu optik,yakni Al-Kindi[4], Ia mencurahkan pikirannya untuk mengkaji ilmu optik. Hasil kerja kerasnya mampu menghasilkan pemahaman baru tentang refleksi cahaya serta prinsip-prinsip persepsi visual. Buah pikir Al-Kindi tentang optik terekam dalam kitab berjudul De Radiis Stellarum. Buku yang ditulisnya itu sangat berpengaruh bagi sarjana Barat seperti Robert Grosseteste dan Roger Bacon.

Seabad kemudian, sarjana Muslim lainnya yang menggembangkan ilmu optik adalah Ibnu Sahl (940 M - 1000 M). Sejatinya, Ibnu Sahl adalah seorang matematikus yang mendedikasikan dirinya di Istana Baghdad. Pada tahun 984 M, dia menulis risalah yang berjudul On Burning Mirrors and Lenses (pembakaran dan cermin dan lensa). Dalam risalah itu, Ibnu Sahl mempelajari cermin membengkok dan lensa membengkok serta titik api cahaya.

Ibnu Sahl pun menemukan hukum refraksi (pembiasan) yang secara matematis setara dengan hukum Snell. Dia menggunakan hukum tentang pembiasan cahaya untuk memperhitungkan bentuk-bentuk lensa dan cermin yang titik fokus cahanya berada di sebuah titik di poros.

Ibnu Al-Haitsam banyak mengambil rujukan dari kedua tokoh ini. Menurut Howard Turner, Al-Haitham adalah sarjana Muslim yang mengkaji ilmu optik dengan kualitas riset yang tinggi dan sistematis. “Pencapaian dan keberhasilannya begitu spektakuler,” puji Turner.

Ibnu Al-Haitsam telah banyak menulis buku-buku mengenai ilmu optik dan ilmu-ilmu lainnya. Di antara buku, risalah dan makalahnya, hilang sebagaimana hilangnya peninggalan ilmu-ilmu masa silam.Buku-buku yang masih tersisa di antaranya telah ditemukan di perpustakaan Istambul dan London serta perpustakaan lainnya. Di antara karyanya yang masih bisa diselamatkan dari kepunahan adalah kitabnya yang paling besar Al-Manazhir yang meliputi teori-teori temuan jeniusnya di bidang ilmu sinar. Buku ini menjadi rujukan dasar di bidang ilmu mata sampai abad ke-17 M sesudah diterjemahkan kedalam bahasa Latin. Kitab Al-Manazhir merupakan penggerak di bidang ilmu mata.

Al-Manazhir—Opticae Theasaurus

Salah satu karya monumental Ibnu Al-Haitsam adalah Al-Manazhir (Bahasa Arab : Bayt Al-Muzlim) yang diterjemahkan kedalam bahasa Latin dengan nama Opticae Theasaurus. Sebagian besar isi dari buku ini menjelaskan tentang optik. Metode yang dipakai oleh Ibnu Al-Haitsam dalam menulis kitab Al-Manazhir adalah metode eksperimen, sebuah metode ilmiah yang dipakai jauh sebelum orang-orang Barat mengggunakannya.

Ibnu Al-Haitsam mengatakan, kami memulai pembahasan dengan menetapkan sesuatu yang telah ada,menyelidiki teori, membedakan klasifikasinya, mengambil ketetapan apa yang dikhususkan mata saat melihat, dan itu sumber utama yang tidak pernah berubah, kenyataan yang tidak menyerupai tatacara panca indra. Kemudian diangkat dalam pembahasan dan menganalogikan secara berangsur-angsur dan berurutan dengan mengkritik apa yang diutarakan lalu mengambil kesimpulan. Kami menjadikan hal itu sebagai tujuan semula yang kami tetapkan. Kami selidiki untuk dipergunakan secara adil bukan hanya mengikuti hawa nafsu. Kami bebas dengan seluruh apa yang kami pilih dan istimewakan atau mengkritiknya untuk mencari kebenaran, tidak berpihak pada salah satu dari pendapat-pendapat.[5]

Buku ini menjelaskan gambaran penglihatan mata. Ia juga memasukkan metode baru tentang penafsiran pandangan mata. Ibnu Al-Haitsam menulis masalah mata hampir dua puluh empat materi. Dalam kitabnya Ibnu Al-Haitsam tidak menghilangkan teori-teori Bathlemus. Ia mensyarahkan dan mengambil sebagian teorinya untuk disejajarkan dan dijadikan sebagai acuan. Bahkan, Ia menolak sejumlah teori dalam ilmu cahaya setelah Ia menemukan teori baru yang menjadi cikal bakal ilmu mata pada masa mendatang.

Bathlemus menyatakan bahwa penglihatan bisa sempurna dengan sarana cahaya yang memantul dari mata ke benda yang terlihat. Para ilmuwan membenarkan teori ini, kemudian datanglah Ibnu Haitsam membetulkan teori tersebut. Ia menjelaskan bahwa penglihatan bisa sempurna dengan sarana cahaya yang memantul dari benda yang dilihat, dari arah mata yang melihat. Serangkaian penemuan yang diungkap Ibnu Al-Haitsam menjelaskan bahwa pancaran sinar itu menyebar melalui garis lurus sejajar yang terkandung di tengah-tengah dua jenis. Demikian ditetapkan dalam bukunya Al-Manazhir.

Dalam Kitab Al-Manazhir, Ibnu Haitham juga telah menjelaskan mengenai warna matahari terbenam serta beragam fenomena fisika seperti bayangan, gerhana, dan pelangi, dan spekulasi pada fisik alami cahaya.

Berikut ini adalah penjelasan Ibnu al-Haitham dalam Kitab al-Manazhir yang terbukti kebenarannya berdasarkan optik modern:

“Ia menjelaskan bahwa penglihatan merupakan hasil dari cahaya menembus mata dari benda, dengan demikian merupakan bantahan terhadap kepercayaan kuno yang mengatakan bahwa sinar penglihatan datang dari mata.”

“Ia menunjukkan bahwa wilayah kornea mata adalah lengkung dan dekat dengan conjunctiva/penghubung, tetapi kornea mata tidak bergabung dengan conjunctiva.”

“Ia menyarankan bahwa permukaan dalam kornea pada titik di mana ia bergabung dengan foramen mata menjadi cekung sesuai dengan lengkungan dari permukaan luar. Tepi-tepi permukaan foramen dan bagian tengah daerah kornea menjadi bahkan namun tidak satu. “

”Ia terus berupaya oleh penggunaan hiperbola dan geometri optik ke grafik dan merumuskan dasar hukum pada refleksi/penyebaran, dan dalam atmospheric dan pembiasan sinar cahaya. Dia berspekulasi dalam bidang electromagnetic cahaya, yakni mengenai kecepatan, dan perambatan garis lurus. Dia merekam pembentukan sebuah gambar dalam kamera obscura saat gerhana matahari (prinsip dari kamera pinhole).”

”Ia menyatakan bahwa lensa adalah bagian dari mata yang pertama kali merasakan penglihatan.”

”Ia berteori mengenai bagai mana foto dikirim melalui saraf optik ke otak dan membuat perbedaan antara tubuh yang bercahaya dan yang tidak bercahaya.”[6]

Selanjutnya dalam Al-Manazhir ,khususnya dalam teori pembiasan, diadopsi oleh Snellius dalam bentuk yang lebih matematis. Tak tertutup kemungkinan, teori Newton juga dipengaruhi oleh al-Haytham, sebab pada Abad Pertengahan Eropa, teori optiknya sudah sangat dikenal. Karyanya banyak dikutip ilmuwan Eropa. Selama abad ke-16 sampai 17, Isaac Newton[7] dan Galileo Galilei[8], menggabungkan teori al-Haytham dengan temuan mereka. Juga teori konvergensi cahaya tentang cahaya putih terdiri dari beragam warna cahaya yang ditemukan oleh Newton, juga telah diungkap oleh al-Haytham abad ke-11 dan muridnya Kamal ad-Din abad ke-14.

Siapa saja yang menelaah kotab Al-Manazhir dan bab-bab yang berhubungan dengan cahaya dan lainnya niscaya akan mengetahui bahwa Ibnu Al-Haitsam telah menemukan ilmu cahaya dengan temuan baru yang belum didahului oleh siapapun. Ia mengarang kitab ini pada tahun 411H/1021M dan membuahkan kejeniusan di bidang matematika,kejeliannya di bidang kedokteran,eksperimen ilmiah,hingga dapat sampai pada satu nilai yang diletakkan pada nilai yang sangat tinggi di ruang lingkup ilmu pengetahuan. Ia menjadi salah seorang pencipta dasar-dasar ilmu dan mengubah pandangan ilmuwan dalam banyak hal dalam ruang lingkup masalah diatas.[9]

Salah satu ilmuwan Mesir yang menelaah kitab-kitab peninggalan Ibnu Al-Haitsam adalah Musthafa Nazhif.

Pemikiran Ibnu Al-Haitsam Mengenai Optik

Pada awalnya, masalah mata menurut bangsa Yunani meliputi dua pendapat yang saling bertentangan. Pertama, masuk, artinya masuknya sesuatu semisal materi ke dalam dua kelopak mata. Kedua, menghantar, artinya terjadinya pandangan(mata) itu ketika menghantar sinar dari kedua mata yang dikemukakan oleh materi yang dilihat. Pada waktu itu bangsa Yunani tenggelam dalam peradaban yang mengatakan bahwa mata bekerja sebagaimana dua pendapat diatas. Aristoteles dengan penuh kesungguhan membawa satu perincian pamungkas tentang itu. Demikian juga dengan Euclides di sela-sela kesungguhannya, teori kedua ilmuwan ini hanya sebatas pada penjelasan sempurna tentang mata. Mereka melupakan unsur-unsur fisika, fisiologi, psikologi pada pandangan kasat mata. Mereka berpendapat, pandangan mata terjadi dalam materi tipis yang penyebabnya adalah penglihatan berpijar yang menghantar ke arahnya, yang terjadi disebabkan cahaya, bukan pandangan. Sesuatu yang dipandang dalam sudut besar akan terlihat besar, dan pandangan yang melihat dalam sudut kecil akan tampak kecil. Sementar Bathlemus meskipun memulai tentang petunjuk mata antara ilmu arsitektur dan ilmu fisika, dia bermasalah di akhir penelitiannya, karena apa yang digunakannya sebatas persangkaan, Sebagai hasil temuan untuk sampai pada realita, eksperimen kadang berlaku seiring perjalanan terhadap teori itu.[10]

Ibnu Haitsam mula-mula mengadakan kajian terhadap teori-teori Euclides dan Bathlemus[11] dalam bidang mata. Lalu Ia menjelaskan kesalahan sebagian teori-teori itu. Di sela-sela itu Ia menerangkan sifat rinci tentang mata dan lensa mata dengan perantara kedua mata. Ia menjelaskan radiasi pecahnya cahaya sinar saat menembus udara yang meliputi bulatan bumi secara umum, Ia pecah dari kelurusannya. Ia juga meneliti kebalikannya dan menjelaskan sudut-sudut susunan hal itu. Ia juga meneliti proses bintang langit yang tampak di ufuk saat tenggelam sebelum sampai kepadanya secara nyata, dan kebalikan yang benar saat tenggelam. Kondisi itu tetap terlihat di ufuk setelah bintang tertutup di bawahnya.

Dalam hal teori penglihatan, Ibnu Al-Haitsam juga meluruskan pemikiran Euclides[12] dan Ptolemy. Euclydes dan Ptolomeus berpendapat bahwa sebabnya maka kita menampak barang-barang yang berkeliling kita adalah lantaran mata kita mengirimkan sinar kepada barang-barang itu. Ibnu Haitham memutar teori itu dan menerangkan bahwa bukanlah oleh karena ada sinar yang dikirimkan oleh mata kepada barang2 yang kelihatan itu, tetapi sebaliknya yaitu matalah yang menerima sinar dari barang-barang itu yang lantas melalui bahagian mata yang dapat dilalui cahaya (transparant) yakni, lensa mata.

Kritik Ibnu Haitham terhadap ahli-ahli purbakala seperti Euclydes dan Ptolemeus tentang penembusan dan perjalanan sinar itu telah menimbulkan satu “revolusi” dalam ilmu tersebut pada masanya itu.

Euclydes dan Ptolomeus berpendapat bahwa sebabnya maka kita menampak barang-barang yang berkeliling kita adalah lantaran mata kita mengirimkan sinar kepada barang-barang itu. Ibnu Haitham memutar teori itu dan menerangkan bahwa bukanlah oleh karena ada sinar yang dikirimkan oleh mata kepada barang2 yang kelihatan itu, tetapi sebaliknya yaitu matalah yang menerima sinar dari barang-barang itu yang lantas melalui bahagian mata yang dapat-dilalui-cahaya (transparant) yakni, lensa mata.

Pengaruh Ibnu Haitham dalam ilmu-sinar itu di Barat berkesan dalam karangan Leonardo da Vinci dan tak kurang pula dalam tulisan pujangga Barat yang masyhur Yohan Kepler, Roger Bacon dan lain-lain ahli ilmu ini dalam Abad Pertengahan. Mereka mendasarkan teori dan tulisan-tulisan mereka kepada terori Ibnu Haitham yang telah disalin kedalam bahasa Latin dengan nama “Opticae Thesaurus.”

Teori Optik Ibnu Al-Haitham

Ibn al-Haytham juga berkontribusi besar pada studi pemantulan (reflection) dan pembiasan (refraction). Ibn al-Haytham memusatkan studinya pada hukum pemantulan pada cermin parabola dan bola termasuk fenomena aberasi optik

Sebuah kasus dalam cermin bola yang kemudian dikenal sebagal Alhazen’s problem ia pecahkan secara geometri, beberapa abad kemudian saintis optik Huygens memecahkannya secara matematis. Dalam studi hukum pemantulan cahaya, al-Haytham telah memperkenalkan hukum ke-2 pemantulan, yaitu bahwa sinar datang, garis normal dan sinar pantul berada dalam satu bidang. Sebuah hukum pemantulan sinar yang sudah akrab di telinga kita.

Sebuah prinsip penting dari teori perambatan cahaya juga dicetuskan oleh al-Haytham, yaitu bahwa cahaya merambat pada lintasan termudah dan tercepat, bukan lintasan terpendek. Sebuah teori yang saat ini disematkan pada Fermat: prinsip Fermat.

Ibn al-Haytham juga menggunakan kecepatan pada bidang-persegi untuk menentukan pembiasan cahaya jauh sebelum Newton yang tidak berhasil menemukannya. Hukum ini kemudian dikenal sebagai hukum Snell hingga saat ini.

Ibnu Al-Haitsam mengembangkan teori yang menjelaskan penglihatan menggunakan geometri dan anatomi. Teori itu menyatakan bahwa setiap titik pada daerah tersinari oleh cahaya, mengeluarkan sinar cahaya ke segala arah, namun hanya satu sinar dari setiap titik yang masuk ke mata secara tegak lurus dapat dilihat. Cahaya lain mengenai mata tidak secara tegak lurus tidak dapat dilihat. Ia menggunakan kamera lubang jarum sebagai contoh. Kamera tersebut menampilkan sebuah citra terbaik.Ibnu Al-Haitsam menganggap bahwa sinar cahaya adalah kumpulan partikel kecil yang bergerak dengan kecepatan tertentu. Ia juga mengembangkan teori Ptolemi mengenai refraksi namun usaha Ibnu Al-Haitsam tidak dikenal di Eropa sampai abad ke-16.

Secara eksperimental ia juga melakukan beberapa eksperimen dengan silinder kaca yang dibenamkan ke dalam air untuk mempelajari pembiasan dan juga menentukan kekuatan pembesaran lensa-lensa. Ia menggunakan mesin bubut untuk membentuk lensa-lensa yang ia gunakan.[13]

Al-Haitham juga mencetuskan teori lensa pembesar. Teori itu digunakan para saintis di Italia untuk menghasilkan kaca pembesar pertama di dunia.[14]. Teori-teori Ibnu Al-Haitsam mengenai optik selanjutnya dikembangkan oleh Ibnu Firnas dengan membuat kacamata.

Camera Obscura,Cikal Bakal Kamera Modern

Kamera merupakan salah satu penemuan penting yang dicapai umat manusia. Lewat jepretan dan bidikan kamera, manusia bisa merekam dan mengabadikan beragam bentuk gambar mulai dari sel manusia hingga galaksi di luar angkasa. Teknologi pembuatan kamera, kini dikuasai peradaban Barat serta Jepang. Sehingga, banyak umat Muslim yang meyakini kamera berasal dari peradaban Barat.


Ibnu Al-Haitsam berhasil menemukan prinsip kerja kamera yang dikenal dengan nama Camera Obscura. Itulah salah satu karya al-Haitham yang paling monumental. Penemuan yang sangat inspiratif itu berhasil dilakukan al-Haitham bersama Kamaluddin al-Farisi. Keduanya berhasil meneliti dan merekam fenomena kamera obscura. Penemuan itu berawal ketika keduanya mempelajari gerhana matahari. Untuk mempelajari fenomena gerhana, Al-Haitham membuat lubang kecil pada dinding yang memungkinkan
citra matahari semi nyata diproyeksikan melalui permukaan datar. Kemudian Kamaluddin Al-Farisi memperinci mekanisme dan cara kerja dari Camera Obscura tersebut dalam karya Optik lainnya. Al-Farisi meneliti lebih lanjut bahwa semakin kecil lubang dalam dinding maka proyeksi yang dihasilkan semakin tajam, ia menunjukkan juga bahwa hasil proyeksi menjadi terbalik.

Camera obscura juga membuktikan bahwa cahaya merambat dalam garis lurus secara eksperimen. Camera Obscura atau pinhole camera adalah sebuah bilik gelap (bayt al-Mudhlim) yang salah satu dindingnya dilubangi. Panorama dari luar bilik diproyeksikan melalui lubang tersebut ke salah satu dinding dalam bilik. Kemudian seseorang yang ada di dalam bilik akan menggambar hasil proyeksi tadi dengan proporsi yang tepat. Dengan perangkat Camera Obscura ini pulalah Ibn al-Haytham mengamati fenomenda gerhana matajari dengan sangat mudah.

Oleh kamus Webster, fenomena ini secara harfiah diartikan sebagai ”ruang gelap”. Biasanya bentuknya berupa kertas kardus dengan lubang kecil untuk masuknya cahaya. kertas kardus dengan lubang kecil untuk masuknya cahaya. Mereka menemukan bahwa jika terdapat lubang kecil di sisi sebuah tenda yang gelap, sebuah gambar terbalik akan muncul di dinding dalam. Kamera obscura merupakan sebuah instrumen yang terdiri dari ruang gelap atau box, yang memantulkan cahaya melalui penggunaan 2 buah lensa konveks, Cahaya dari satu bagian dari sebuah objek akan melewati lubang dan tembus ke dalam bagian dalam kertas. Semua gambar dari kamera obscura akan terbalik dan dibalik seperti cermin. Jika lubang jarum di dalamnya lebih kecil, objek akan tampil lebih tajam. Teori yang dipecahkan Al-Haitsam itu telah mengilhami penemuan film yang kemudiannya disambung-sambung dan dimainkan kepada para penonton.

“Kamera obscura pertama kali dibuat ilmuwan Muslim, Abu Ali Al-Hasan Ibnu al-Haitham, yang lahir di Basra (965-1039 M),” ungkap Nicholas J Wade dan Stanley Finger dalam karyanya berjudul The eye as an optical instrument: from camera obscura to Helmholtz’s perspective.

Bradley Steffens dalam karyanya berjudul Ibn al-Haytham: First Scientist mengungkapkan bahwa Kitab al-Manazir merupakan buku pertama yang menjelaskan prinsip kerja kamera obscura. “Dia merupakan ilmuwan pertama yang berhasil memproyeksikan seluruh gambar dari luar rumah ke dalam gambar dengan kamera obscura,” papar Bradley.

Istilah kamera obscura yang ditemukan al-Haitham pun diperkenalkan di Barat sekitar abad ke-16 M. Lima abad setelah penemuan kamera obscura, Cardano Geronimo (1501 -1576), yang terpengaruh pemikiran al-Haitsam mulai mengganti lubang bidik lensa dengan lensa (camera).

Setelah itu, penggunaan lensa pada kamera onscura juga dilakukan Giovanni Batista della Porta (1535–1615 M). Ada pula yang menyebutkan bahwa istilah kamera obscura yang ditemukan al-Haitsam pertama kali diperkenalkan di Barat oleh Joseph Kepler (1571 – 1630 M). Kepler meningkatkan fungsi kamera itu dengan menggunakan lensa negatif di belakang lensa positif, sehingga dapat memperbesar proyeksi gambar (prinsip digunakan dalam dunia lensa foto jarak jauh modern).

Setelah itu, Robert Boyle (1627-1691 M), mulai menyusun kamera yang berbentuk kecil, tanpa kabel, jenisnya kotak kamera obscura pada 1665 M. Setelah 900 tahun dari penemuan al-Haitham pelat-pelat foto pertama kali digunakan secara permanen untuk menangkap gambar yang dihasilkan oleh kamera obscura. Foto permanen pertama diambil oleh Joseph Nicephore Niepce di Prancis pada 1827.

Tahun 1855, Roger Fenton menggunakan plat kaca negatif untuk mengambil gambar dari tentara Inggris selama Perang Crimean. Dia mengembangkan plat-plat dalam perjalanan kamar gelapnya yang dikonversi gerbong. Tahun 1888, George Eastman mengembangkan prinsip kerja kamera obscura ciptaan al-Hitham dengan baik sekali. Eastman menciptakan kamera kodak. Sejak itulah, kamera terus berubah mengikuti perkembangan teknologi.

Sebuah versi kamera obscura digunakan dalam Perang Dunia I untuk melihat pesawat terbang dan pengukuran kinerja. Pada Perang Dunia II kamera obscura juga digunakan untuk memeriksa keakuratan navigasi perangkat radio. Begitulah penciptaan kamera obscura yang dicapai al-Haitham mampu mengubah peradaban dunia.[15]

Pengaruh Pemikiran Ibnu al-Haitham Terhadap Ilmuwan Barat

Pemikiran Ibnu Al-Haitsam mengenai optik telah banyak memberikan pengaruh kepada ilmuwan-ilmuwan Barat,hal ini terjadi setelah diterjemahkannya karya-karya Ibnu Al-Haitsam kedalam bahasa Latin.

Pada abad ke-13 M, sarjana Inggris, Roger Bacon (1214 M - 1294 M)[16], menulis tentang kaca pembesar dan menjelaskan bagaimana membesarkan benda menggunakan sepotong kaca. “Untuk alasan ini, alat-alat ini sangat bermanfaat untuk orang-orang tua dan orang-orang yang memiliki kelamahan pada penglihatan, alat ini disediakan untuk mereka agar bisa melihat benda yang kecil, jika itu cukup diperbesar,” jelas Roger Bacon.

Beberapa sejarawan ilmu pengetahuan menyebutkan Bacon telah mengadopsi ilmu pengetahuannya dari Ibnu Al-Haitsam. Bacon terpengaruh dengan kitab yang ditulis al-Haitham berjudul Kitab al-Manazhir.[17]

David L. Shenkenberg menulis sebuah artikel yang berjudul, ‘Before Newton, there was Alhazen,’

“A millennium ago, an Arab scientist authored more than 100 works on optics, astronomy, mathematics and religious philosophy. Although he was arguably one of the greatest scientists of all time, his name is little known to people living in Western countries today. “

If we read all the works of Alhazen, Roger Bacon from 14th century and Sir Isaac Newton side by side, we may realize that a lot of work attributed to Sir Isaac Newton truly belongs to Alhazen. The paradigm of two civilizations, arising from the politics of crusades, deprived Alhazen of these honors. The time is now ripe to begin the study of the works of these three gifted giants, who were standing on the shoulders of prior giants, side by side, to have a better understanding of the history of science.

Zyah El Qonita
ReadmoreIBNU AL-HAITSAM: SEJARAH PENEMUAN OPTIK DAN PENGARUHNYA TERHADAP SAINS BARAT MODERN

Penaklukkan-penaklukkan atas Kerajaan Melayu

PENAKLUKKAN-PENAKLUKKAN ATAS KERAJAAN MELAYU</ Kerajaan Sriwijaya,Kerajaan Singosari dan Kerajaan Majapahit telah menaklukkan Kerajaan Melayu.Beberapa motif telah melatarbelakangi penaklukkan tersebut.Yakni diantaranya adalah ambisi untuk menguasai Selat Malaka,mendapatkan sumber tambang emas(motif ekonomi) yang kedua hal ini terdapat di Kerajaan Melayu,disamping itu juga ada motif untuk menjalin kerjasama dalam membendung serangan dari luar yakni dalam hal ini ekspansionisme Kubilai Khan dari Mongol(motif politik).
A.PENDAHULUAN
Kerajaan Melayu terletak di Pulau Sumatra.Pulau yang terletak di bagian barat Nusantara yang terdekat letaknya dengan daratan Asia Tenggara.Di antara Sumatra dan Semenanjung Tanah Melayu terdapat sebuah selat yang tidak lebar yaitu Selat Malaka.Kedudukan geografis ini merupakan suatu faktor yang besar pengaruhnya pada sejarah yang di alami oleh pulau tersebut.Kerajaan Melayu memang kurang cukup dikenal eksistensinya dikhalayak umum,tidak seperti Kerajaan Majapahit ataupun Kerajaan Sriwijaya yang sangat tenar.Eksisitensinya mengalami pasang surut selama beberapa abad.Namun ternyata Kerajaan Melayu memiliki letak geografi yang cukup strategis dengan Selat Malaka-nya serta sumber daya alam yang cukup melimpah dengan tambang emasnya yang terdapat di Sungai Batanghari.Hal inilah yang membuat Kerajaan-kerajaan lain yang semasa dengan Kerajaan Melayu sangat berhasrat sekali untuk menaklukkan kerajaan tersebut tentunya dengan motif yang berbeda-beda.Mengetahui motif kerajaan-kerajaan lain dalam menaklukkan Kerajaan Melayu adalah sangat urgen sekali.Karena didalamya dapat diambil pelajaran-pelajaran yang sangat berharga.Sebelum membahas lebih jauh mengenai penaklukkan-penaklukkan atas kerajaan Melayu ada baiknya terlebih dahulu mengenal letak dan sejarah singkat kerajaan tersebut.
Berita yang tertua mengenai kerajaan Melayu berasal dari T’ang-hiu-yao yang disusun oleh Wang-pu pada tahun 961 pada masa pemerintahan Dinasti Tang.Dan dari Hsin T’ang Shu yang disusun pada awal abad ke-7 pada masa pemerintahan Dinasti Sung atas dasar sejarah lama,yang terdiri dari T’ang-hiu-yao seperti yang disebut diatas dan Tse-fu-yuan-kuei susunan Wang-chin-jo dan Yang I anatara tahun 1005 dan 1013,meurut berita itu.Kerajaan Melayu mengirimkan utusan ke Tiongkok pada tahun644/645.Pengiriman utusan Melayu ke Tiongkok pada abad ke-7 hanya tercatat satu kali saja.Selama itu,yang tampak di istana,kaisar utusan dari Kerajaan Sriwijaya yang disebut Shih-li-fo-shih
Dalam Hsin T’ang Shu,tercatat bahwa kerajaan Shih-li-fo-shih mengirim utusan ke Tiongkok pada mangsa waktu 670-673 dan 713-741.Sejak itu utusan Shih-li-fo-shih tidak lagi kedengaran.Pada masa pemerintahan rajakula Sung,negeri dan Laut Selatan yang namanya San-fo-ts’I mengirim utusan ke Tiongkok berkali-kali.Sung Shih mencatat kedatangan utusan itu pada tahun 960,962,971,972,974,975,980,983,985,dan 988.Utusan yang terakhir ini tinggal di Kanton sampai tahun 990 karena mendengar bahwa negerinya,San-fo-ts’I,sedang diserang oleh tentara dari Cho-p’o.
Jika kita memperhatikan berita tentang utusan kerajaan Melayu yang tercatat dalam T’ang-hui-yao,dan membandingkannya dengan berita tentang utusan Kerajaan Sriwijaya yang terdapat dalam Hsin T’ang Shu,maka terdapat kepastian bahwa Kerajaan Melayu telah berdiri pada tahun 644/645.Pada waktu itu,Kerajaan Sriwijaya belum mengirimkan utusan ke Tiongkok.Kepastian berdirinya Kerajaan Sriwijaya baru pada tahun 670.Ketika negara itu mengirimkan utusannya ke Tiongkok.Sejak timbulnya Kerajaan Sriwijaya,negeri Melau tidak lagi mengirimkan utusan ke Tiongkok.Demikianlah dapat dipastikan bahwa negeri Melayu lebih dahulu berdiri daripada Sriwijaya.Berdasarkan berita tersebut,pengiriman utusan ke Tiongkok oleh kedua kerajaan tersebut berselisih 25 tahun.
Menurut sumber lain,Berita pertama mengenai kerajaan Melayu di dapatkan dari catatan Dinasti Tang.Yaitu mengenai datangnya utusan dari daerah Mo-lo-yeu di Cina pada tahun 644 dan 645 Masehi.Nama Mo-lo-yeu ini sangat mungkin di hubungkan dengan Kerajaan Melayu yang letaknya di pantai timur Sumatra dengan pusatnya di sekitar Jambi.Seorang pendeta asal China yakni I-Ts’ing menceritakan bahwa,dalam perjalanan pulang dari Tan-mo-lo-ti ia naik kapal raja dari Ka-Cha kearah selatan selama sebulan menuju negara Mo-lo-yeu.Di sini biasanya orang singgah sampai pertengahan musim panas untuk menunggu tibanya musim angin barat daya;kemudian baru berlayar menuju Kwang-fu(Kwang-tung). Yang di maksud disini dengan negara Mo-lo-yeu menurut I-Ts’ing adalah pelabuhan di negara Mo-lo-yeu yang pada waktu itu sudah berada di bawah kekuasaan Shih-lih-foh-shih(Sriwijaya).sama dengan pelabuhan tempatnya singgah dalam perjalanannya dari Fo-shih menuju India
Mengenai letak Melayu ini ada sedikit perbedaan pendapat di kalangan para ahli ada yang menduga Melayu ini letaknya di daerah Jambi sekarang,akan tetapi dari sumber-sumber yang kemudian orang mengatakan Melayu letaknya di Semenanjung Tanah Melayu.
Slamet Mulyana :berdasarkan keterangan I-Tsing menyimpulkan bahwa pada abad ke-7 Melayu terletak di muara sungai batang hari atau sama dengan kota Jambi sekarang.
Soekmono mengatakan bahwa dari segi arkeologinya tidak ada bahan yang dengan meyakinkan dapat menyokong pendapat Moens untuk menempatkan Sriwijaya di Muara Takus ditambah dengan hasil rekonstruksi pantai daerah Pekanbaru dan rengat yang tidak menghasilkan unsur-unsur yang cukup kuat menempatkan Sriwijaya di daerah khatulistiwa kiranya dapat disimpulkan bahwa kedudukan Jambi menjadi semakin kuat sebagai pusat Sriwijaya kalau saja dapat dipastikan bahwa Melayu bukan di Jambi letaknya
Wilayah Kerajaan Mālayu Kuna secara geografis terletak di sekitar daerah aliran Sungai Batang­hari yang meliputi Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Barat; di sekitar Kabupaten Tanah Datar (Pagaruyung); dan di sekitar daerah aliran sungai Rokan, Kampar, dan Indragiri di wilayah Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Riau.

Peta Kerajaan Melayu Kuno
Berdasarkan Berita Tionghoa tersebut, Hasan Djafar (1992:77) membagi Mālayu dalam tiga fase, yaitu:
FaseI

Fase Awal, sekitar pertengahan abad ke-7 Masehi;
Fase II
Fase Pendudukan oleh Śrīwijaya, sekitar tahun 680 sampai seki­tar per­tengahan abad ke-11 Masehi;
Fase III
Fase Akhir, sekitar pertengahan abad ke-11 sampai sekitar akhir abad ke-14 Masehi.
Ketiga fase tersebut mengacu kepada perjalanan sejarah Kerajaan Mālayu Kuna, tetapi tidak menjelaskan lokasi pusat pemerintahannya. Sebagai­mana telah dikemukakan bahwa lokasi geo­grafis Mālayu ada di daerah Batanghari. Beberapa pakar berpendapat bahwa pusat Mālayu Kuna pada Fase Awal berlokasi di sekitar Kota Jambi sekarang (Slametmulyana 1981:30-42; Irfan 1983:94-102). Pendapat ini didasarkan atas asumsi bahwa pusat kerajaan adalah juga merupakan pelabuhan Mālayu. Pelabuhan Mālayu yang lokasinya di tepi Batanghari sangat baik untuk pelabuhan sungai. Sungai Batanghari yang yang panjangnya sekitar 800 km, lebarnya sekitar 500 meter dan keda­lamannya lebih dari 5 meter cukup baik untuk pelayaran sungai. Panjang sungai dapat dilayari perahu atau kapal besar adalah sekitar 600 km. Selebihnya hanya dapat dilayari perahu kecil.
Keraja­an Mālayu sekurang-kurangnya telah mengalami tiga kali pemindahan pusat pemerin­tah­an. Pusat­nya yang pertama berlokasi di sekitar kota Jambi sekarang, pusat yang kedua di daerah Padangroco, dan pusat yang ketiga di daerah Pagaruyung. Para sarjana menduga bahwa pemindahan pusat pemerintahan ini disebabkan karena ancaman dari musuh, terutama musuh yang datang dari Jawa melalui Sungai Batanghari. De Casparis menduga bahwa Mālayu pada masa akhir mendapat ancaman dari kerajaan yang bercorak Islam di Samudra Pasai yang juga datang melalui Batanghari (1992). Unsur ancaman dari negara tetangga memang ada, tetapi dalam hal ini saya lebih condong untuk menyatakan bahwa alasan pemindahan pusat pemerin­tahan itu adalah untuk penguasaan sumber emas yang banyak terdapat di daerah pedalaman. Di samping itu, secara geografis daerah pedalaman di Batusangkar dan Pagarruyung dekat dengan jalan air yang lain, yaitu Sungai Kampar Kiri dan Sungai Indragiri. Jika diban­dingkan dengan Sungai Batanghari, muara kedua sungai ini lebih dekat dengan Selat Melaka. Emas dari daerah pedalaman kemudian dipasarkan keluar Mālayu melalui sungai-sungai ini.
Mengenai perpindahan pusat kerajaan ini, atau setidak-tidaknya perpindahan permu­kiman tampak dari pertanggalan situs, Berita Tionghoa dan berita prasasti. Situs-situs arkeologi yang ditemukan di daerah Batang­hari, mulai dari daerah hilir sampai ke daerah hulu menun­jukkan suatu pertanggalan yang berbeda. Situs di daerah hilir menunjukkan pertang­galan yang tua, seperti misalnya situs Koto Kandis berasal dari sekitar abad ke-8-13 Masehi dan Muara Jambi berasal dari sekitar abad ke-8-13 Masehi. Di daerah hulu Batanghari menunjukkan pertanggalan yang lebih muda, yaitu dari sekitar abad ke-13-14 Masehi. Berita Tionghoa Ling piao lu i (889-904 Masehi) menyebutkan Pi-chan (=Jambi) mengirim misi dagang ke Tiongkok, sedangkan Kitab Sejarah Dinasti Song (960-1279 Masehi) Buku 489 menyebutkan raja tinggal di Chan-pi (=Jambi). Apabila data per­tanggalan situs dan data Berita Tionghoa dikorelasikan, maka akan tampak keselaras­an­nya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa aktivitas Kera­jaan Mālayu pada masa awalnya (sebelum Śrīwijaya abad ke-7 Masehi) berlokasi di daerah hilir Batanghari dengan pusatnya di sekitar kota Jambi sekarang.
B.DI ANTARA PENAKLUKKAN-PENAKLUKKAN ATAS KERAJAAN MELAYU
Melayu merupakan sebuah kerajaan yang dianggap penting. Eksis­tensi kerajaan ini selalu diakui oleh berbagai kerajaan. Sebuah kerajaan besar di Nusantara akan selalu mem­perhitungkan keberadaan kerajaan Mālayu, seperti misalnya Śrīwijaya dan Maja­pahit.
Tercatat beberapa kerajaan telah menaklukkan Kerajaan Melayu.Beberapa kerajaan itu antara lain adalah Kerajaan Sriwijaya,Kerajaan Singhasari dan Kerajaan Majapahit.Penaklukkan-penaklukkan itu terjadi tidak hanya dalam bentuk penaklukkan militer dengan kekerasan seperti yang dilakukan oleh Kerajaan Sriwijaya,ada juga penaklukkan dalam bentuk diplomasi atau hubungan persahabatan yang dilakukan oleh Kerajaan Singhasari dengan Ekspedisi Pamalayu-nya.
1.Sriwijaya Potret Kerajaan Maritim Yang Ambisius
Kerajaan Sriwijaya yang dikenal sebagai kerajaan maritime bercorak Buddha adalah tetangga dekat dari kerajaan Melayu.Memang kerajaan Melayu tak sehebat Sriwijaya akan tetapi letak Kerajaan Melayu yag lebih dekat dengan Selat Malaka dan sumber daya alamnya yang melimpah membuat Sriwijaya gerah.
Di bagian hulu Sungai Musi,Sriwijaya memiliki akses memasuki daerah pedalaman yang menyediakan suplai komoditas lokal yang berlimpah semacam kayu,resin aromatic dan rempah-rempah.Satu-satunya pengecualian dari daftar komoditi itu adalah emas,karena bertentangan dengan Melayu di Batang Hari.Sungai Musi tidak memiliki hubungan dengan pusat produksi emas di dataran tinggi Minangkabau.
Meskipun tidak diragukan lagi bahwa Sriwijaya menguasai sebuah lokasi yang menguntungkan,keuntungan-keuntungan geografis ini tidak dianggap cukup untuk memenangkan persaingan yang keji dalam berdagang atau mendapatkan komoditas diantara berbagai emporium yang ada di Selat Malaka.
Untung bagi mereka ,para penguasa Sriwijaya adalah yang pertama untuk menyadari bahwa untuk memantapkan supremasi mereka,yang pertama kali harus dilakukan adalah mengendalikan semua pelabuhan yang berlokasi di kedua sisi Selat Malaka dan Sunda.Kedua selat ini adalah pintu-pintu utama dari semua lalulintas maritime antara Samudra Hindia dan Laut China Selatan.Saat setiap kapal membongkar muat kargo-kargo mereka dan menunggu pergantian angin musim.Kendali atas semua pelabuhan ini adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan sebuah hegemoni maritime atas emporium emporium kompetitor lainnya.Siapapun yang memegang kendali ini bisa mengumpulkan pajak dan upeti dari semua barang yang transit dan menjadi pemain utama dalam perdagangan upeti dengan China
Orang berlayar tentu memilih jalan yang menguntungkan.Jalan yang menguntungkan biasanya jalan yang pendek.Jika yang berlayar adalah perahu dagang.Perahu itu akan mencari jalan endek dan tempat-tempat yang dapat disinggahi untuk keperluan dagang.Pendeta I’Tsing dengan tegas menyatakan bahwa pelayaran dari India ke Tiongkok kebanyakan dilakukan melalui pelabuhan Kedah dan Melayu.
Di Melayu,para penumpang menunggu sampai pertengahan musim panas,kemudian terus berlayar ke utara menuju Kanton.Pelayaran dari India ke Tiongkok tidak melalui Foshih.
Aktifitas Malayu mengganggu ambisi-ambisi politik dari tetangganya yang kuat,Kerajaan Malayu ,yang berdiri ditepian sungai Musi,yang merasa aman terlindung oleh tapal-tapal batas alami dari alur sungai mereka,kemungkinan besar tidak sadar dengan ancaman yang tumbuh disebelah selatan perbatasan mereka.Pada abad 7 M,pertahanan pemukiman Melayu tidak secanggih yang mereka bangun kemudian.Batu merupakan barang langka dan setiap tahun angin musim meghancurkan pagar-pagar kayu dan tanggul-tanggul tanah,sebagai hasilnya,pertahanan dari kadatuan Melayu kemungkinan besar adalah sekadar pagar yang dibangun untuk member kesan hebat dan membuat ciut nyali para pimpinan desa yang mencoba untuk meragukan otoritas sang raja.Keamanan yang mereka berikan bersifat ilusi dan pada tahun 682 M,Raja Sriwijaya,Jayanasa,melakukan penyerbuan terhadap Melayu dan menguasai ibukotanya.
Mengikuti penaklukan ini,Melayu menjadi vassal bawahan Sriwijaya,dan kemakmuran serta sumber daya manusianya digunakan untuk menyokong penaklukkan-penaklukkan maritime Jayanasa.Penaklukkan menberi dasar bagi ekspansi Sriwijaya dan selama berabad-abad kemudian Melayu tetap menjadi permata di mahkota para maharaja Sriwijaya.
Penaklukan ini menghilangkan ancaman dari kerajaan saingannya yang makmur itu dan berujung pada pengendalian perdagangan yang dilakukan dijambi serta produksi emas sungai batang hari hulu.Waktu dari penaklukan yang historis ini dijelaskan oleh catatan Yi-Tsing dan beberapa prasasti yang diketemukan dibanyak situs dekat Palembang.
Dalam Biografinya Yi-Tsing mengatakan bahwa setelah belajar 10 tahun di Universitas Nandala di India,dia kembali dan tinggal dipalembang selama empat tahun untuk mencatat dan menterjemahkan teks-teks yang dibawanya dari India kedalam bahasa Cina.Pada 689 M dia melakukan perjalanan singkat ke Kanton dan kembali ke Palembang untuk menulis memoirnya dengan ditemani oleh empat pendeta.Dia menyebutkan dalam Catatan atas agama Buddha seperti yang dipraktekan di India dan kepulauan Melayu (Na hai ki kouei nei fa chuan) bahwa Kerajaan Malayu,tempat dia singgah selama dua bulan dalam perjalanan pertamanya ke India, saat itu telah menjadi bagian dari Sriwijaya.
Prasati batu tertua di Palembang .memeringati penaklukkan atas Melayu,telah diketemukan di kaki Bukit Seguntang.Prasati itu menyatakan :
“Pada bulan april 682 M.Raja meninggalkan kota dengan menaiki kapal-kapal,dia melakukan penjelajahan daratan dan lautan dan satu bulan kemudian dia kembali ke Sriwijaya dengan kemenangan,kekuasaan dan kekayaan”
Prasasti yang paling penting diketemukan disebelah timur Palembang dan dinamakan sebagai Prasasti Telaga Batu atau Sabokingking.Prasasti ini berisi kutukan kepada para anggota kerajaan ,para punggawa atau pemimpin loakal yang tak setia.Berikut adalah ringkasannya:
“Kalian semua,siapapun kalian,anak-anak raja,penguasa,pimpian perang,penasehat raja,para hakim,mandor,para pemilik kapal,para saudagar dan kalian semua tukang cuci sang raja dan budak sang raja,kalian semua akan terbunuh oleh kutukan dari do’a ini.Jika kalian tidak setia padaku,kalian akan terbunuh oleh kutukan ini.
Namun jika kalian patuh,setia dan jujur kepadaku dan tidak melakukan kejahatan-kejahatan ini,suatu tantra suci akan menjadi imbalannya.Kalian tidak akan ditelan dengan semua anak dan istrimu.Kedamaian abadi akan menjadi buah yang dihasilkan oleh kutukan yang kau minum ini”
Kehadiran sebuah prasasti menegaskan kembali hasil dari ekspedisi penaklukkan yang disebutkan dalam batu pertama–penaklukkan Melayu,baik secara fisik amupun spiritual.Populasi-populasi yang kalah dipaksa untuk bersumpah setia dengan ancaman kutukan mengerikan bagi mereka yang terpikir untuk memberontak.
Penundukan Kerajaan Melayu oleh Sriwijaya terjadi sebelum tahun 686.Pendapat itu juga kita hubungkan dengan hasil penelitian piagam Kedukan Bukit.Tidak lagi dapat dibantah bahwa Piagam Kedukan Bukit adalah piagam jayasiddhayarta,yakni piagam perjalanan jaya atau piagam tentang arak-arakan kemenangan.Piagam itu bertarikh tahun saka 605 atau tahun Masehi 683.Perjalanan jaya mempunyai hubungan dengan .Kemenangan yang diperoleh Sriwijaya sebelum tahun 686 adalah kemenangan terhadap Kerajaan Melayu.Demikianlah Kerajaan Melayu itu ditundukkan oleh Kerajaan Sriwijaya pada tahun 683.
Perluasan kekuasaan Sriwijaya di sebelah barat laut kearah Selat Malaka dan di sebelah tenggara ke arah Selat Sunda,merupakan petunjuk yang sangat jelas tentang incarannya terhadap kedua jalan lintasan besar antara Lautan India dan Lautan China.Pemilikannya akan menjamin baginya keunggulan niaga di Nusantara selama beberapa abad.
Dengan di taklukkan Kerajaan Melayu ini,Sriwijaya berhasil menguasai Selat Malaka yang sangat strategis itu dan mendapatkan suplai emas yang berlimpah yang menjadikannya sebagai kerajaan yang besar.Hal ini lah yang menjadi motif utama dari kerajaan maritime tersebut.
2.Ekspedisi Pamalayu:Strategi Kerajaan Singosari Membendung Serangan Kubilai Khan
Setelah lepas dari Śrīwijaya, Mālayu tetap diperhi­tungkan seba­gai sebuah kerajaan yang memegang peranan penting. Pada waktu Mālayu sudah merdeka, Kerajaan Sińhasāri di Jawa sedang ber­selisih dengan Mongol di daratan Tiongkok. Bahkan Sińhasāri sedang meng­hadapi ancaman penyerbuan tentara Mongol. Untuk tidak mem­per­banyak musuh, Sińhasāri dengan rajanya Keŗtanagara berkeinginan menjalin per­sa­habatan dengan Mālayu. Besarnya perhatian Keŗtanagara kepada Mālayu mem­buk­tikan bahwa pada abad ke-13 Masehi Kerajaan Mālayu merupakan negara utama di Sumatera. Untuk itulah, maka pada tahun 1275 Sińhasāri meng­adakan ekspedisi pamālayu. Pararaton menye­­butkan:“Setelah musuh ini mati, menyuruh pasu­kan-pasukan berperang ke tanah Mālayu“ (Pitono 1965:37). Itulah sebabnya banyak para sarjana berpendapat bahwa ekspedisi pamālayu berarti pendudukan atas Mālayu.
Penaklukkan yang di lakukan Kerajaan Singhasari terhadap Kerajaan Melayu di kenal dengan istilah Ekspedisi pamalayu. Ekspedisi Pamalayu adalah sebuah diplomasi melalui operasi kewibawaan militer yang dilakukan Kerajaan Singhasari dibawah perintah Raja Kertanagara pada tahun 12751293 terhadap Kerajaan Melayu di Dharmasraya di Pulau Sumatera.
.Adapun latar belakang ekspedisi ini adalah Kertanagara menjadi raja Singhasari sejak tahun 1268. Berbeda dengan raja-raja sebelumnya, ia berniat memperluas daerah kekuasaan sampai ke luar Pulau Jawa. Gagasan tersebut dimulai tahun 1275 dengan pengiriman pasukan di bawah pimpinan Kebo Anabrang untuk menaklukan bhumi malayu.
Menurut analisis para sejarawan, latar belakang pengiriman Ekspedisi Pamalayu adalah untuk membendung serbuan bangsa Mongol. Saat itu kekuasaan Kubilai Khan raja Mongol (atau Dinasti Yuan) sedang mengancam wilayah Asia Tenggara. Untuk itu, Kertanagara mencoba mendahuluinya dengan menguasai Sumatera sebelum datang serbuan dari pihak asing tersebut. Namun ada juga pendapat lain mengatakan bahwa tujuan dari ekspedisi ini adalah untuk menggalang kekuatan di Nusantara dibawah satu komando Singhasari yang bertujuan untuk menahan kemungkinan serangan dari Mongol
Menurut pendapat C.C. Berg yang dikutip dari Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah Naskah Melayu Yang Tertua karangan Uli Kozok menginterpretasi Pamalayu sebagai bagian dari sebuah program terpadu yang bertujuan untuk menyatukan Nusantara (pulau-pulau di luar Jawa) agar bersama-sama dapat menghadapi ancaman dari kaisar Mongol Kublai Khan. Dengan demikian politik luar negeri Kertanagara terhadap Nusantara, dan khususnya Malayu, merupakan akibat langsung dari keprihatinan Singasari akan ancaman agresi Mongol yang pada saat itu telah mengalahkan Yunnan (1253-57) dan mengancam seluruh kawasan Asia Tenggara. Dengan demikian Berg menginterpretasikan Pamalayu sebagai “perjanjian dengan Malayu” (Berg, 1950:485) untuk membentuk persekutuan melawan agresi dinasti Mongol. Teori Berg belakangan ini juga didukung oleh De Casparis. Menurutnya, hadiah patung Amoghapasa malahan dapat dilihat sebagai tanda persahabatan untuk mendirikan persekutuan yang memiliki tujuan ganda: Pertama, agar Malayu mengakui kedaulatan Singasari, dan kedua, untuk menyatukan negara-negara Malayu agar bersama dengan Singasari siap untuk meng-hadapi ancaman pasukan Kublai Khan (Casparis, 1989; 1992). Menurut Berg, Pamalayu tidak pula diadakan di tahun 1275 sebagaimana diduga Krom yang mengutip Nagarakrtagama, melainkan di tahun 1292. Berg menunjukkan dengan mengupas secara sangat teliti pupuh 41/5 Nagarakertagama bahwa pada tahun 1275 Kertanagara hanya memberi perintah “menyuruh tundukkan Malayu” dan tidak ada petunjuk bahwa pada tahun itu perintah tersebut juga dilaksanakan (Berg, 1950:9). Selebihnya Berg mengingatkan kita bahwa Kertanagara baru dinobatkan menjadi raja di tahun 1268 pada waktu mana ia masih sangat muda. Berg tidak percaya bahwa sedini itu Kertanagara sudah berhasil memantapkan negaranya untuk mengambil risiko yang berkaitan dengan sebuah ekspedisi terhadap Malayu yang letaknya begitu jauh dari Jawa Timur (ibid, hal. 16).
Pada saat itu Kertanagara belum tentu sudah menguasai Madura yang letaknya berhadapan dengan Tuban, sedangkan Tuban merupakan pelabuhan keberangkatan armada Pamalayu untuk menghadapi Malayu. Lagipula pada tahun 1280 Kertanagara masih berhadapan dengan lawan dalam negeri (ibid, hal. 17), dan baru pada tahun 1284 Singasari dapat mengalahkan Bali yang letaknya begitu lebih dekat dibandingkan dengan Malayu.
Sasaran ekspedisi : Beberapa literatur menyebut sasaran Ekspedisi Pamalayu adalah untuk menguasai negeri Melayu sebagai batu loncatan untuk menaklukkan Sriwijaya. Dengan demikian, posisi Sriwijaya sebagai penguasa Asia Tenggara dapat diperlemah. Namun pendapat ini kurang tepat karena pada saat itu kerajaan Sriwijaya sudah musnah.
Dalam buku Slamet Muljana yang berjudul Kitab Negarakertagama Dan Tafsirnya disebutkan bahwa kitab Pararaton,Kidung panji wijayakrama ,Kidung Hasrawijaya dan negarakertagama pupuh XLI,semuanya menyebut pengiriman tentara Singasari ke negeri Melayu(Suwarnabhumi) pada tahun saka 1197(1275 A.D),lima tahun setelah pecahnya pemberontakan Kelana Bhayangkara/Cayaraja.Dalam Kidung Hasrawijaya disebutkan bahwa nasehat Raganatha mengingatkan sang prabhu tentang pengiriman tentara ke Suwarnabhumi ditolak oleh Prabu Kertanegara.Raganatha mengingatkan sang prabhu tentang kemungkinan balas dendam raja Jayakatwang dari Kediri terhadap Singosari,sebab Singosari dalam keadaan kosong akibat pengiriman tentara ke Suwarnabhumi.Prabhu Kertanegara berpendapat,bahwa raja bawahan Jayakatwang tidak akan memberontak karena beliau berutang budi kepada sang prabhu.Jayakatwang adalah bekas pengalasan (pegawai)keratin Singosari,yang diangkat sebagai raja bawahan di Kediri oleh Sri Kertanegara.
Gagasan pegiriman tentara ke Suwarnabhumi dapat dukungan penuh dari Mahisa Anengah,pengganti Raganatha.Demikianlah diputuskan untuk mengirimkan tentara ke Melayu.Keputusan itu dilaksanakan pada tahun 1275 A.D.Dalam sastra sejarah Jawa Kuna ekspedisi ke Melayu itu biasa disebut Pamalayu artinya:Perang melawan Melayu.Ekspedisi Melayu berhasil baik.Tentara Singosari berhasil menundukkan raja Melayu,Tribuwanaraja Mauliwarmadewa di Dharmasraya,yang berpusat di Jambi dan menguasai Selat Malaka.Trbukti dari isi piagam Amogapasha atau Piagam Padang arca,yang dikeluarkan oleh Sri Kertanegara pada bulan Bhadrapada tahu saka 1208(Agustusd-September 1286 A.D).Bunyinya seperti berikut:
Salam bahagia! Pada tahun saka 1208,bulan Bhadrapada,hari pertama bulan naik,hari Mawulu,Wage,hari Kemis,wuku Madangkungan,letak raja bintang di barat daya.tatkala itulah arca paduka Amoghapasa Lokeswara dengan empatbelas pengikut serta tujuh ratna permata,dibawa dari bumi Jawa ke Suwarnabhumi,ditegakkan di Dharmasraya,sebagai hadiah Sri Wiswarupa.Untuk tujuan mahamantri Dyah Adwayabrama,rakrian sirikan Dyah Sugatabrama,peyana Hyang Dipangkaradasa,rakrian demung wira.Untuk menghatur paduka arca Amoghapasa.Semoga hadiah itu membuat gembira segenap penduduk negeri Melayu termasuk:para Brahmana,satria,waisya,sudra terutama pusat segenap para arya,Sri Maharaja Tribuwanaraja Mauliwarmadewa”
Negarakertagama pupuh XLI/4 menguraikan bahwa prabu Kertanegara dengan pengiriman tentara itu sebenarnya mengharapkan agar raja Dharmasraya tunduk begitu saja karena takut akan kesaktian sang prabu.Ekspedisi ke Negeri Melayu yang Berjaya gilang-gemilang
Ekspedisi Pamālayu oleh beberapa sarjana ditafsirkan sebagai pendudukan atau penguasaan atas Mālayu. Namun berdasarkan isi Prasasti Dharmaśraya tidak ada petunjuk pendu­dukan Sińhasāri atas Mālayu, seperti tercantum dalam kalimat “Seluruh rakyat Mālayu dari keempat kasta bersukacita, terutama rajanya Śrīmat Tribhūwa­na­rāja Mauliwarmmadewa.” Arca Amoghapāśa yang dikirimkan oleh Kŗtanagara ditemukan kembali di Rambahan yang letaknya sekitar 4 km. ke arah hulu dari Padangroco. Meskipun ditemukan terpisah, namun berdasarkan isi Prasasti Dharmaśraya yang dipahatkan pada bagian lapik arca, arca Amoghapāśa yang ditemukan di Rambahan ternyata merupakan pasangannya.
Arca Amoghapāśa yang ditemukan di Rambahan pada sekitar tahun 1800-an (Krom 1912:48) memberikan pentunjuk kepada kita bahwa pada tahun 1347 yang berkuasa di daerah Mālayu adalah Śrī Mahārājā Ādityawarmman, upacara yang bercorak tantrik, pembuatan se­buah arca Buddha, dan pemujaan kepada Jina. Informasi yang terdiri dari 27 baris itu dipahatkan di bagian belakang arca Amoghapāśa yang dikirim oleh Kŗtanagara. Berdasarkan isi prasasti ini para sarjana ber­anggapan bahwa pada tahun 1347 merupakan tahun awal pemerin­tahan Āditya­warm­man di Mālayu.


Arca Amoghapasa
3.Kerajaan Majapahit dan Adityawarman
Setelah runtuhnya Singasari muncullah sebuah kerajaan baru, yaitu Majapahit (1293-1520) yang menjadi kerajaan Hindu-Budha terakhir di Indonesia. Majapahit sering diagungkan sebagai kerajaan besar yang menyatukan seluruh Nusantara, namun inter-pretasi tersebut agaknya tidak dapat dipertahankan, dan malahan banyak sejarawan yang beranggapan bahwa Majapahit tidak berhasil memperluas pengaruh sebagaimana dilakukan Singosari dibawah Kertanegara.
Mungkin masih diingat bahwa Tribuwanaraja adalah seorang raja muda yang ditempatkan ditahta Malayu oleh Kertanegara.Pertama kali dia memerintah sebuah kerajaan vassal dengan tanpa sumber daya atau wewenang,kecuali untuk beberapa wilayah sungai Batang Hari.Namun setelah kematian Kertanegara pada 1292 M dan berkat kembalinya pasukan Jawa ke Jawa dan invasi Mongol terhadap kepulauan Nusantara,Tribuwana mendapatkan kembali kemerdekaannya.Sebagai hasil pergolakan di Jawa,Melayu tetap merdeka selama separuh abad sampai 1347 M.Saat dibawah pimpinan Rajapatni Gayatri,pasukan Majapahit menyerbu sekali lagi.Pasukan Melayu tidak mampu melawan angkatan laut Majapahit dan kerajaan tersebut sekali lagi menjadi negeri jajahan.
Dalam Pupuh XIII naskah Nagarakrtagama, Dharmasraya disebut sebagai salah satu negara bawahan Majapahit bersama dengan Jambi, Palembang, Karitang, Teba, dan sejumlah daerah lain. Filolog asal Jerman, Uli Kozok, mengutip pendapat sejarawan JG de Casparis yang mempunyai interpretasi lain atas naskah Negarakrtagama yang seakan menyatukan 24 negara di Nusantara di bawah panji Majapahit. “Mungkin saja Majapahit menganggap Melayu sebagai wilayah taklukan, tetapi raja Melayu jelas menganggap dirinya sebagai raja yang memiliki kedaulatan yang sempurna yang tidak takluk kepada siapa pun,” kata Casparis, seperti dikutip Kozok.
Prasasti terakhir yang menyebut Adityawarman bertanggal tahun 1375, dan menurut sebuah sumber sejarah raja Ta-ma-sha-na-a-chih meninggal pada tahun 1376. Raja yang sama pernah disebut di tahun 1374 dengan nama Ta-ma-lai-sha-na-a-chih, dan jika unsur ma-lai dalam nama tersebut berarti Malayu, maka dapat disimpulkan bahwa Adityawarman meninggal pada tahun 1376. Disebut pula bahwa pada tanggal 13 September 1377 raja yang menggantikannya yang bernama Ma-na-chich-wu-li mengirim utusan ke Tiongkok dengan permintaan agar diakui sebagai raja Malayu. Tentu saja pengganti Adityawarman itu merasa dirinya berhak untuk diakui sebagai raja yang memiliki kedaulatan yang mutlak.
Ternyata Majapahit, yang masih menganggap Malayu sebagai daerah tundukannya, tidak rela mengizinkannya, dan merasa tersinggung karena ternyata kaisar Tiongkok menganggap raja Malayu dan raja Jawa setaraf kedudukannya. Amarah Majapahit ternyata meluap sedemikian rupa sehingga armada Jawa disuruh untuk menangkap dan membunuh utusan Tiongkok yang sedang berlayar ke Malayu untuk menobatkan raja yang baru.
Sumber Tiongkok melaporkan bahwa sesudah kejadian itu Malayu makin melemah dan tidak lagi mengirim utusan ke Tiongkok. Apa yang terjadi di Malayu pada periode sesudah 1376 kurang jelas, akan tetapi karena tidak ada lagi prasasti yang didirikan maka dapat kita anggap bahwa Majapahit telah menyerang Malayu dan melumpuhkan pemerintahannya.
Sumber Tiongkok pun tidak lagi menyinggung Malayu, dan baru pada tahun 1397 kaisar T‘ai-Tsu menaruh lagi perhatian pada Sumatra. Dalam sumber Tiongkok Ming-shih dikabarkan bahwa Palembang telah dikuasi oleh Jawa dan bahwa San-fo-ch‘i merupakan “negara yang hancur yang dilanda kerusuhan sehingga Jawa sendiri tidak lagi dapat mengendalikan negara tersebut.
Adityawarman
Adityawarman merupakan pelanjut dari Dinasti Mauli penguasa pada Kerajaan Melayu yang sebelumnya beribukota di Dharmasraya, dan dari manuskrip pengukuhannya ia menjadi penguasa di Malayapura atau Kanakamedini pada tahun 1347 dengan gelar Maharajadiraja Srīmat Srī Udayādityawarma Pratāpaparākrama Rājendra Maulimāli Warmadewa dan dikemudian hari ibukota dari kerajaan ini pindah ke daerah pedalaman (Minang).
Nama Adityawarman erta kaitannya dengan ekspedisi Pamalayu yang telah dilakukan oleh Kerajaan Singosari.Ketika para pasukan telah mnyelesaikan tugasnya,mereka membawa pulang dua putrid Melayu yaitu Dara Petak dan Dara Jingga.
Nama Adityawarman pertama kali disebutkan pada sebuah patung yang terletak di Candi Jago,Jawa Timur.Sebagai perwujudan Bodhisattva manjusri,berasal dari tahun 1343M.Menurut kitab Pararaton,Adutyawarman merupakan anak lelaki(atau lebih mask akalnya cucu lelaki) dari seorang putrid Melayu yang bernama Dara Jingga yang telah menikah dengan seorang pangeran Jawa yang bernama Advajawarman.Rajapatni Gayatri pastinya yang melindungi karir militer dan politik Adityawarman .Perkembangannya dimulai didalam angkatan perang Majapahit,dimana sebelum kembali ke istana Trowulan untuk menerema sebuah posisi menteri dia berposisi sebagai komandan dalam penaklukkan Bali.Setelah penaklukkan Bali,Gajahmada memutuskan untuk memulihkan penaklukkan Kertanegara yang lain di Sumatra.Pada tahun 1346M pasukan Jawa menyerbu Melayu hingga dalam setahun kerajaan tersebut bisa runtuh.
Pada tahun 1339 Adityawarman dikirim sebagai uparaja atau raja bawahan Majapahit untuk wilayah Swarnnabhumi nama lain pulau Sumatera dan selanjutnya, Adityawarman pun menjalankan beberapa misi penaklukkan.[8]. Namun dari prasasti-prasasti yang ditinggalkan oleh Adityawarman, belum ada satu pun yang menyebutkan hubungannya dengan bhumi jawa.[17].
Kemudian pada tahun 1347, Adityawarman mendirikan kerajaan baru bernama Malayapura sebagai kelanjutan kerajaan Melayu sebelumnya, sebagaimana seperti yang terpahat pada bagian belakang Arca Amoghapasa[1]. Dari prasasti Kuburajo di Limo Kaum yang menggunakan aksara Dewanagari juga menyebutkan bahwa Adityawarman menjadi raja di Kanakamedini (Swarnnadwipa).
Dari prasasti Suruaso yang beraksara Melayu menyebutkan Adityawarman menyelesaikan pembangunan selokan untuk mengairi taman Nandana Sri Surawasa yang senantiasa kaya akan padi, yang sebelumnya dibuat oleh pamannya yaitu Akarendrawarman yang menjadi raja sebelumnya, sehingga dapat dipastikan sesuai dengan adat Minangkabau, pewarisan dari mamak (paman) kepada kamananakan (keponakan) telah terjadi pada masa tersebut. Selain itu juga terlihat kepedulian Adityawarman untuk meningkatkan taraf perekonomian masyarakatnya dengan tidak bergantung kepada hasil hutan dan tambang saja.
Ada pendapat yang mengatakan kenapa Adityawarman tidak bertahta di Dharmasraya karena dia tidak memiliki hak atas kerajaan Dharmasraya tidak dapat dibuktikan, karena dari sisi ibunya Dara Jingga adalah salah seorang putri dari Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa raja Melayu sebagaimana yang disebut pada Pararaton, dan lagi pula dari manuskrip pada bagian belakang Arca Amoghapasa, Adityawarman jelas menyatakan dirinya sebagai raja dari bangsa Mauli serta memulihkan keadaan sebelumnya[20], Arca Amoghapasa ini sebelumnya merupakan hadiah dari Kertanagara dan ditempatkan di Dharmasraya, sebagaimana tersebut dalam prasasti Padang Roco.
Kemungkinan yang menyebabkan Adityawarman untuk memindahkan pusat kerajaannya lebih ke dalam yaitu daerah pedalaman (Pagaruyung atau Suruaso) adalah sebagai salah satu strategi untuk menghindari konfrontasi langsung dengan kerajaan Majapahit, yang pada masa itu lagi gencarnya melakukan penaklukan perluasan wilayah dibawah Mahapatih Gajah Mada, karena dari gelar yang disandang oleh Adityawarman jelas menunjukan kesetaraan gelar dengan gelar raja di Majapahit, sehingga hal ini dapat menunjukan bahwa Adityawarman memang melepaskan diri dari pengaruh kerajaan Majapahit. Namun ada juga pendapat lain berasumsi bahwa Adityawarman pindah ke daerah pedalaman untuk dapat langsung mengontrol sumber emas yang terdapat pada kawasan Bukit Barisan tersebut. Walaupun memerintah dari kawasan pedalaman namun hubungan perdagangan dengan pihak luar tetap terjaga, hal ini terlihat dari catatan Cina yang menyebutkan, Adityawarman pernah mengirimkan utusan sebanyak 6 kali. Selain itu salah satu dari prasasti yang ditemukan di Suruaso juga terdapat prasasti yang beraksara Nagari (Tamil), jadi pengaruh India selatan pun telah sampai ke ranah Minang.
Setelah Adityawarman meninggal dunia, ia digantikan oleh putranya yang bernama Ananggawarman, sebagaimana tersebut dalam Prasasti Batusangkar yang bertarikh 1375, yang menyebutkan Adiytawarman dan putranya Ananggawarman melakukan upacara hewajra, dalam ritual tersebut Adityawarman diibaratkan telah menuju kepada tingkat ksetrajna.
Hayam Wuruk sebagai raja Majapahit waktu itu membiarkan saja pemberontakan tersebut, namun begitu Wikramawardhana naik tahta sebagai penganti Hayam Wuruk, mulai mengirimkan pasukan untuk menumpas pemberontakan tersebut pada tahun 1409 dan 1411, pertempuran kedua pasukan terjadi di Padang Sibusuk, (hulu sungai Batang Hari), dimana kedua-dua serangan pasukan kerajayaan Majapahit dapat dipukul mundur. Namun akibat dari serangan tersebut, pengaruh kerajaan ini terhadap daerah jajahannya melemah, dimana daerah-daerah jajahan seperti Siak, Kampar dan Indragiri melepaskan diri dan kemudian daerah-daerah ini ditaklukkan oleh Kesultanan Malaka dan Kesultanan Aceh, dan kemudian hari menjadi negara-negara merdeka.
C.SUNGAI BATANG HARI,SUMBER EMAS DARI DULU HINGGA KINI
Bumi Sumatra kaya akan mineral dan barang-barang tambang.Tak ada negri lain yang dikenal karena persediaan emas yang melimpah sepanjang masa kecuali Sumatra.Akan tetapi,sumber aslinya dalam batas tertentu sudah habis karena eksploitasi selama berabad-abad.Di kerajaan Malayu, pertambangan emas merupakan sumber ekonomi cukup penting dan kata Suwarnadwipa (pulau emas) mungkin merujuk pada hal ini. Perkembangan Kerajaan Mālayu mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Āditya­warman dengan pusatnya di daerah hulu Batanghari. Pada masa itu logam emas dimanfaatkan semaksimal mungkin, seperti dipakai sebagai bahan lempengan emas, benang emas, lembaran emas ber­tulis, kalung, dan arca (Sulaiman 1977). Meskipun pusat kerajaan ber­lokasi di daerah hulu Batanghari di wilayah Minangkabau, Ādityawar­man tidak pernah menyebut daerah ke­kuasaannya sebagai Kerajaan Minang­kabau seperti dikemukakan oleh Moens (1937). Ia mena­makan dirinya sebagai Kanakamedi­nīndra yang berarti ‘penguasa negeri emas‘ atau Swarnna­dwīpa, Sumatera, Daerah hulu Batanghari dikenal sebagai daerah penghasil emas.
Dari beberapa situs di daerah Batanghari banyak ditemukan artefak yang dibuat dari emas. Selain itu ditemukan juga pecahan-pecahan keramik dari bahan batuan yang berasal dari bentuk botol. Botol ini biasa dipakai sebagai wadah untuk menyimpan cairan merkuri untuk pengerjaan emas. Bukti bahwa Mālayu atau katakanlah Batanghari tempo dulu mengha­sil­kan emas cukup banyak. Namun, yang menjadi pertanyaan mengapa Berita Tionghoa tidak ada satupun yang menyebutkan emas sebagai barang komoditi, atau menyebut­kan bahwa Shih-li-fo-shih, San-fo-tsi, atau Mo-lo-yeu menghasilkan emas. Justru sebaliknya, Tiongkok mem­bawa barang komoditi emas ke negara-negara itu untuk ditukarkan dengan hasil bumi dan hasil hutan. Lepas dari tidak disebutkannya Mo-lo-yeu sebagai daerah penghasil emas, namun kita mempunyai bukti kuat bahwa di daerah Koto Kandis pada masa lampau berlangsung aktivitas pengerjaan emas. Buktinya, di Koto Kandis banyak ditemukan pecahan botol merkuri, dan tanah di Koto Kandis “mengandung” bijih emas dan emas yang sudah dikerjakan. Hingga kini masyarakat di Koto Kandis sering mencari emas di tepian Sungai Batanghari.
Swarnna­bhūmi. Dengan demikian ia meng­anggap pula dirinya sebagai pengua­sa daerah-daerah yang dulunya menjadi daerah kekuasaan Śrīwijaya (Sulaiman 1977:9). Daerah hulu Batanghari dikenal sebagai daerah penghasil emas. Dari beberapa situs di daerah Batanghari banyak ditemukan artefak yang dibuat dari emas. Selain itu ditemukan juga pecahan-pecahan keramik dari bahan batuan yang berasal dari bentuk botol. Botol ini biasa dipakai sebagai wadah untuk menyimpan cairan merkuri untuk pengerjaan emas. Bukti bahwa Mālayu atau katakanlah Batanghari tempo dulu mengha­sil­kan emas cukup banyak. Namun, yang menjadi pertanyaan mengapa Berita Tionghoa tidak ada satupun yang menyebutkan emas sebagai barang komoditi, atau menyebut­kan bahwa Shih-li-fo-shih, San-fo-tsi, atau Mo-lo-yeu menghasilkan emas. Justru sebaliknya, Tiongkok mem­bawa barang komoditi emas ke negara-negara itu untuk ditukarkan dengan hasil bumi dan hasil hutan. Lepas dari tidak disebutkannya Mo-lo-yeu sebagai daerah penghasil emas, namun kita mempunyai bukti kuat bahwa di daerah Koto Kandis pada masa lampau berlangsung aktivitas pengerjaan emas. Buktinya, di Koto Kandis banyak ditemukan pecahan botol merkuri, dan tanah di Koto Kandis “mengandung” bijih emas dan emas yang sudah dikerjakan. Hingga kini masyarakat di Koto Kandis sering mencari emas di tepian Sungai Batanghari.
Dalam Seminar Sejarah Mālayu Kuna terungkap bahwa lokasi Kerajaan Mālayu ada di daerah Sungai Batanghari, mulai dari daerah hilir di wilayah Provinsi Jambi hingga daerah hulu di wilayah Provinsi Sumatera Barat. Bukti arkeologis menunjukkan bahwa ada perpindahan “pusat” kerajaan mulai dari arah hilir ke arah hulu Batanghari (Bambang Budi Utomo 1992:183–84). Demikian juga bukti prasasti menunjukkan bahwa prasasti-prasasti Mālayu yang lebih muda ditemukan di daerah hulu Batanghari, di wilayah Provinsi Sumatera Barat (Hasan Djafar 1992:50-80).
Jika dilihat dari pandangan geografis, daerah hilir Sungai Batanghari lebih mengun­tungkan jika dibandingkan dengan daerah hulu. Di wilayah pedalaman Sumatera Barat, jalan keluar menuju Selat Melaka adalah Sungai Indragiri dan Sungai Kampar Kiri. Kedua sungai ini bermata-air di wilayah Pagarruyung. Tentunya tidak mungkin untuk pelayaran sungai. Namun, pada pertengahan abad ke-14 Masehi pusat Kerajaan Mālayu berlokasi di sekitar daerah Pagarruyung (Sumatera Barat). Tetapi mengapa justru di daerah ini Kerajaan Mālayu mencapai puncak kejayaannya? Gejala apakah yang memacu perkembangan kerajaan ini. Untuk menjawab pertanyaan ini saya akan mencoba untuk membahasnya dengan melihat sumberdaya alam yang terkandung di bumi Sumatera, khususnya di daerah hulu Batanghari.
Adalah penting untuk melihat kedudukan sumberdaya alam Pulau Sumatera untuk dapat memahami mengenai timbulnya pemukiman, pelabuhan, pola perdagangan, dan kerajaan-kerajaan kuna di Sumatera. Hal yang tidak dapat dipungkiri oleh banyak orang adalah bahwa hasil bumi dan hasil tambang Sumatera banyak dicari oleh para pedagang baik dari Arab, India, Tiongkok dan kerajaan-kerajaan lain di Nusantara. Salah satu hasil Sumatera yang terpenting adalah emas.
Selain emas, beberapa logam lain juga ditemukan di Sumatera seperti perak, plumbum, tembaga, zink, besi, dan air raksa (van Bemmelen 1944:210; Miksic 1979: 263). Barang-barang logam itu telah lama ditambang dan jauh sebelum abad ke-16 Masehi, yaitu ketika para penguasa barat melakukan penambangan secara besar-besaran di bumi Suma­tera (Miksic 1979:262). Air raksa banyak ditemukan di Lebong dan cinnabar, satu jenis logam yang mengandung air raksa telah ditambang di daerah Jambi jauh sebelum keda­tangan orang Barat (Miksic 1979:262; Tobber 1919:463-464). Cinnabar juga ditambang di Muara Sipongi, Kabupaten Tapanuli Selatan (Sumatera Utara) (van Bemmelen 1944:210). Di Muara Sipongi, sebelum kedatangan bangsa Barat ditambang plumbum, zink, besi, dan tembaga.
Selain hasil tambang, sumber daya alam Sumatera yang menjadi komoditi penting pada masa lampau adalah hasil hutan. Pada masa Kesultanan Melaka diberitakan ada selusin kapal yang singgah di Melaka setiap tahunnya membawa muatan yang sebagian besar berupa hasil hutan. Hasil hutan yang dikapalkan itu antara lain berupa damar, kapur barus, storax, bahan untuk membuat minyak wangi, myrobalan (bahan baku untuk pencelup kain), dadah, dan benzoin (Dunn 1975; Miksic 1979:264).
Gambaran yang dapat kita peroleh dari pengelana-pengelana asing jelas bahwa masyarakat di Sumatera sejak jaman purba telah melakukan penambangan emas. Emas yang dikumpulkan dapat berupa emas primer maupun emas sekunder, tergantung dari tempat di mana mereka mencarinya. Christine Dobbin mengemukakan bahwa daerah pusat Minangkabau selama beberapa abad telah memegang peranan penting dalam perekonomi­an di wilayah sebelah barat Nusantara (Dobbin 1986, terjemahan). Daerah Tanah Datar merupakan penghasil salah satu dari sumber utama kegiatan perekonomian. Dari daerah ini banyak dihasilkan emas. Menurut Tomé Pires di pantai barat Sumatera, bahan eksport selain lada adalah emas, kelambak, kapur barus, kemenyan, damar, madu, dan bahan makanan (Poesponegoro (3) 1984:147-148). Eksport komoditi ini ditujukan ke Melaka. Akan tetapi ada juga kapal-kapal Gujarat yang datang langsung ke Pantai Barat Sumatera untuk membawanya langsung ke negerinya.
Emas merupakan hasil tambang dari Sumatera yang penting dan utama. Oleh sebab itu, untuk menelusuri kelahiran bandar-bandar utama di Sumatera dan sistem per­dagangan pada masa lampau, kita harus dapat memahami tentang peranan emas dari Sumatera. Logam ini telah ditambang di Sumatera sejak jaman sebelum kedatangan bang­sa barat (Eropa) ke Asia Tenggara. Demikian pentingnya emas dari daerah Minang­ka­bau, Wheatly menunjukkan bukti bahwa Kesultanan Melaka telah menantang Kesul­tanan Deli, Rokan, Siak, Kampar dan Indragiri untuk memastikan ia dapat menjamin keamanan per­dagangan emas dari kawasan pedalaman Minangkabau (Wheatly 1961:309).
Penambangan emas secara besar-besaran di wilayah Sumatera Barat baru dila­kukan pada masa penjajahan. Meskipun demikian, daerah ini sudah lama dikenal sebagai penghasil emas yang utama. Penguasaan atas tambang-tambang emas dilakukan oleh para penguasa untuk tujuan politik. Emas dari daerah pedalaman Minangkabau dipasar­kan ke luar Sumatera melalui pantai barat dan pantai timur Sumatera dengan me­lalui jalan sungai dan jalan darat. Itulah sebabnya Mālayu pada masa Ādityawarmman mencapai kejaya­annya. Pendahulu Ādityawarmman telah memindahkan keratonnya ke daerah pedalaman agar memudahkan pengontrolan tambang-tambang emas. Daerah pedalaman (sekitar Pagarruyung) dekat dengan jalan keluar menuju Selat Melaka melalui Sungai Kampar Kiri dan Sungai Indragiri. Menuju pantai barat dapat melalui celah Pegunungan Bukit Barisan menuju Padang. Menuju ke arah utara, dapat melalui Muara Sipongi (juga merupakan tambang emas) menuju ke arah Tapanuli Selatan.
Kondisi Sungai Batanghari kini cukup memprihatinkan. Penambangan emas saat ini merupakan warisan-warisan Sungai Batang Hari barangkali menatap sedih penambangan emas eksploitatif yang diperbuat korporasi, membuang limbahnya di Sungai Batang Hari, meracuni ikan-ikan air tawar, dan efeknya merusak ekosistem hayati. Rute harmonis keseimbangan rantai makanan jadi tak runtun lagi.
Demikianlah berdasarkan paparan-paparan diatas dapat diketahui bahwa salah satu motif Kerajaan Sriwijaya menaklukkan Melayu adalah karena sumber daya tambang emasnya.
D.SELAT MALAKA KUNCI MENGUASAI JALUR PERDAGANGAN
Gambar peta Selat Malaka
Selat Melaka adalah selat yang memisahkan Semenanjung Malaysia dengan Pulau Sumatra. Selat Melaka menghubungkan Samudera Pasifik di timur dan Samudera India di barat.
Dari segi ekonomi dan strategis, Selat Malaka merupakan salah satu jalur pelayaran terpenting di dunia, sama pentingnya seperti Terusan Suez atau Terusan Panama. Selat Malaka membentuk jalur pelayaran terusan antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik serta menghubungkan tiga dari negara-negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia: India, Indonesia dan Republik Rakyat Cina. Sebanyak 50.000 kapal melintasi Selat Melaka setiap tahunnya, mengangkut antara seperlima dan seperempat perdagangan laut dunia. Sebanyak setengah dari minyak yang diangkut oleh kapal tanker melintasi selat ini; pada 2003, jumlah itu diperkirakan mencapai 11 juta barel minyak per hari, suatu jumlah yang dipastikan akan meningkat mengingat besarnya permintaan dari Tiongkok. Oleh karena lebar Selat Melaka hanya 1,5 mil laut pada titik tersempit, yaitu Selat Phillips dekat Singapura, ia merupakan salah satu dari kemacetan lalu lintas terpenting di dunia.
Pada zaman Kerajaan Melayu,Selat Malaka letaknya berdekatan dengan letak kerajaan ini,sehingga membuat para kerajaan disekitarnya hendak menaklukkan Kerajaan Melayu dengan ambisi untuk menguasai Selat Malaka.Seperti yang dijelaskan dalam buku Munoz tentang motif Kerajaan Sriwijaya menaklukkan Kerajaan Melayu bahwa selat ini adalah pintu-pintu utama dari semua lalulintas maritime antara Samudra Hindia dan Laut China Selatan.Saat setiap kapal membongkar muat kargo-kargo mereka dan menunggu pergantian angin musim.Kendali atas semua pelabuhan ini adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan sebuah hegemoni maritime atas emporium emporium competitor lainnya.Siapapun yang memegang kendali ini bisa mengumpulkan pajak dan upeti dari semua barang yang transit dan menjadi pemain utama dalam perdagangan upeti dengan China.
E.SIMPULAN
Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas dapat di tarik suatu kesimpulan bahwa motif terkuat kerajaan-kerajaan lain ingin menguasai Kerajaan Melayu adalah penguasaan atas Selat Malaka dan sumber daya tambang emas yang terdapat di Sungai Batanghari dalam hal ini di sebut motif ekonomi,Selat Malaka adalah pusat perdagangan Bangsa China dan Eropa pada saat itu dan sebagai salah satu tempat yang dijadikan untuk persinggahan atau peristirahatan,Hal inilah yang menjadi ambisi dari Kerajaan Sriwijaya.Setelah Sriwijaya runtuh karena serangan Raja Chola dari Kerajaan Koromandel di India muncul Kerajaan Singosari menaklukkan Kerajaan Melayu yang disebabkan untuk membendung serangan Kubilai Khan dari Mongol..Takluk-menaklukkan adalah hal yang lumrah bagi suatu kerajaan yang ingin memperluas daerah kekuasaan,ambisi harta yang begitu tinggi membuat Kerajaaan-keerajaan yang semasa dengan Kerajaan Melayu menaklukkan Kerajaan Melayu,
DAFTAR PUSTAKA
http://pelayangwap.blogspot.com/2011/08/menyusuri-jejak-kemegahan-kerajaan.html (accessed December 29, 2011).
Coedes, George. Sejarah Asia Tenggara:Masa Hindu-Buddha. Jakarta: Kepustakaaan Populer Gramedia, 2010.
Kerajaan Melayu. http://www.wikipedia.org (accessed December 29, 2011).
Kozok, Uli. Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah Naskah Melayu Yang Tertua. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006.
Marsden, William. Sejarah Sumatra. Jakarta: Komunitas Bambu, 2008.
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. sejarah indonesia klasik. jakarta: balai pustaka, 2009.
Muljana, Slamet. Kitab Negarakertagama dan Tafsirnya. Yogyakarta: Lkis, 2006.
—. Sriwijaya. Yogyakarta: Lkis, 2006.
Munoz, Paul Michel. Kerajaan-Kerajaan Awal Kepulauan Indonesia Dan Semenanjung Malaysia. Yogyakarta: Mitra Abadi, 2009.
Utomo, Bambang Budi. Ranah Minang Dan Kerajaan Melayu. Desember 11, 2011. http://hurahura.wordpress.com/2011/07/05/ranah-minang-dan-kerajaan-malayu/ (accessed Desember 11, 2011).

Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. Sejarah Nasional Indonesia II.Penerbit Balai Pustaka.Jakarta.1984.hlm 63
Pelafalan Kerajaan sriwijaya oleh para penjelajah China
Slamet Muljana Sriwijaya.Lkis.Yogyakarta.2006.Hlm.129-130
Marwati Djoened Poesponegoro.op.cit.hlm 51
Slamet Muljana.op.cit.Hlm.60
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto,op.cit. hlm 63.
Bambang Budi Utomo ”Ranah Minang dan Kerajaan Melayu http://hurahura.wordpress.com/2011/07/05/ranah-minang-dan-kerajaan-malayu/ Di unduh pada tanggal 11 November 2011
Ibid
Ibid.
Ibid
Paul Michel Munoz.Kerajaan-Kerajaan Awal Kepulauan Indonesia Dan Semenanjung Malaysia.Penerbit Mitra Abadi.Yogyakarta.2009. Hlm 159
Slamet Muljana dalam bukunya yang berjudul Sriwijaya menyebutkan bahwa justru karena Sriwijaya bernafsu untuk menguasai lalu-lintas kapal di Selat Malaka,Sriwijaya harus merebut Pelabuhan Melayu dahulu.Tetapi karena pelabuhan hanya sebagian dari milik kerajaan ,maka pusat kerajaan itu perlu diserbu.Hanya dengan demikian,maka kekuasaan Kerajaan Melayu itu patah.
Slamet Muljana.op.cit.Hlm.64
Paul Michel Munoz.op.cit..Hlm 156-157
Paul Michel Munoz.op.cit. Hlm 168-169
Slamet Muljana.op.cit.Hlm 133-134
George Coedes.Asia Tenggara Masa Hindu Buddha.KPG.Jakarta.2010.Hlm.127
Bambang Budi Utomo.op.cit
http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Melayu_Kuno diunduh pada tanggal 11 Desember 2011
http://id.wikipedia.org Diunduh pada tanggal 20 Oktober 2011
Uli Kozok,Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah Naskah Melayu Yang Tertua.Yayasan Obor Indonesia.Jakarta.2006
Slamet Muljana,Kitab Negarakertagama dan Tafsirnya.Lkis.Jogjakarta.Hlm104-105
Bambang Budi Utomo.op.cit
Paul Michel Munoz.op.cit.Hlm 250
http://pelayangwap.blogspot.com/2011/08/menyusuri-jejak-kemegahan-kerajaan.html
Uli Kozok.op.cit
http://wikipedia.org
Paul Michel Munoz.op.cit.Hlm 250
http://wikipedia.org
William Marsden, Sejarah Sumatra.Jakarta:Komunitas Bambu.Depok.2008.Hlm 27-28
Bambang Budi Utomo.op.cit.
Ibid
http://archive.kaskus.us/thread/5017386

Zyah El Qonita
ReadmorePenaklukkan-penaklukkan atas Kerajaan Melayu